Perusahaan Kelapa Sawit dan Kayu Korindo dikeluarkan dari Forest Stewardship Council (FSC)
Jakarta, Indonesia — Dewan Forest Stewardship Council (FSC), organisasi sertifikasi kehutanan global terkemuka, telah menghentikan sertifikasi dari Korindo Group, konglomerat kayu dan kelapa sawit Korea-Indonesia yang bereputasi buruk yang beroperasi di Papua dan Maluku Utara, Indonesia.
Keputusan tersebut merupakan tindak lanjut pengaduan oleh Mighty Earth pada tahun 2017, dan upaya berbagai organisasi di Indonesia, Korea, dan seluruh dunia untuk mengungkap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan.
“Pengeluaran paksaan yang dilakukan FSC terhadap Korindo, memberikan lebih banyak bukti, bahwa terlepas dari klaim besar-besaran Korindo terhadap kelestarian, ternyata perusahaan masih belum dapat menunjukkan bukti telah memenuhi standar dasar sebagai bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan di abad ke-21,” kata Advokat Mighty Earth, Annisa Rahmawati.
Keputusan FSC harus menjadi peringatan bagi perusahaan mana pun yang berpikir bahwa mereka dapat menggunakan Greenwashing dan intimidasi hukum untuk menghancurkan hutan dan menginjak-injak hak-hak masyarakat adat dengan impunitas.
Panel pengaduan FSC menemukan bahwa Korindo telah menghancurkan lebih dari 30.000 hektar hutan hujan (setara dengan 42.000 lapangan sepak bola) dalam lima tahun terakhir dan melakukan pelanggaran terhadap hak tradisional dan hak asasi masyarakat adat, yang bertentangan dengan standar FSC. Hutan Papua merupakan hutan hujan asli terbesar di Indonesia, dan salah satu lanskap terpenting bagi iklim dunia. Namun demikian, FSC telah mempertahankan ‘asosiasi bersyarat’ dengan Korindo, yang mengharuskan Korindo untuk melakukan langkah-langkah perbaikan.
Sekretaris Jendral FSC pada hari ini mengumumkan penghentian asosiasi karena kegagalan Korindo untuk menyetujui prosedur verifikasi kepatuhannya secara independen.
“Kami tidak dapat memverifikasi peningkatan kinerja sosial dan lingkungan Korindo,” Kim Carstensen, Direktur Jenderal Internasional FSC, dikutip dalam artikel BBC tentang pengeluaran paksaannya. Menanggapi keputusan tersebut, Korindo menyatakan akan mencoba untuk mendapatkan kembali sertifikasi tersebut.
“Meskipun FSC menemukan bahwa Korindo telah melanggar kebijakannya karena melakukan deforestasi besar-besaran dan penyalahgunaan hak-hak masyarakat adat, Korindo terus menyebarkankan informasi palsu tentang usaha keras mereka dan terus menggunakan hubungan kelanjutan asosiasinya dengan FSC untuk mengelabui praktik buruknya. Dengan pengumuman hari ini, Korindo tidak bisa lagi bersembunyi di balik FSC,” kata Annisa Rahmawati.
Selain gagal memenuhi kewajibannya kepada FSC, Korindo telah berusaha untuk membungkam kritik terhadapnya dengan mengajukan gugatan SLAPP di Jerman terhadap organisasi masyarakat sipil yang telah mengungkap pelanggarannya dan menyerukan perbaikan. Akibatnya, juri dari anggota parlemen Eropa terkemuka dan LSM ahli, didukung oleh Coalition Against SLAPPs in Europe (CASE), memberikan penghargaan pada Korindo Group gelar yang memalukan sebagai International Bully of the Year.
“Korindo jelas tidak memiliki itikad baik. Jika Korindo serius meningkatkan kinerja lingkungan dan hak asasi manusia untuk mengatasi pelanggarannya terhadap standar FSC, mereka perlu memulihkan habitat hutan yang dihancurkannya, membayar ganti rugi kepada masyarakat adat Papua yang terkena dampak dan menghentikan pelecehan hukum terhadap kelompok masyarakat sipil yang telah mencoba melawan pelanggarannya,” kata Hye Lyn Kim, Juru Kampanye Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan.
Hingga berita ini diturunkan pihak Korindo tidak mau memberikan klarifikasi bahkan mereka sudah mengeluarkan keputusan tidak mempercayai media massa. (*)