Tepi Ajak Masyarakat Kawal Pemilihan dan Penghitungan Suara
SULUTDAILY|| Jakarta- Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan kemungkinan kecurangan dapat diantisipasi dengan mendorong peran pengawasan masyarakat dalam mengawal suara, salah satunya Kawal Pilpres 2019 – yang mengajak pemilih melaporkan hasil penghitungan dengan memfoto Formulir C1 Plano Pilpres di TPS pada 17 April 2019.
Ada sejumlah indikator beberapa daerah rawan terjadinya kecurangan Pemilu Serentak 2019. Pertama, Faktor Geografis, yakni daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau dari akses publik, transportasi, media informasi, dan komunikasi. Kedua, Faktor Historis, yakni daerah-daerah yang sejak dulu dan hampir setiap pemilu kerap bermasalah, seperti: Papua, Madura, Nias, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan lainnya. Ketiga, Faktor Penguasa, yakni daerahdaerah yang secara ekonomi miskin dan masyarakatnya belum begitu terdidik sehingga mudah dimobilisasi dan rawan praktik politik uang. Keempat, Faktor Penyelenggara, yakni daerah-daerah di mana dalam pemilu sebelumnya, penyelenggara sering melakukan manipulasi suara – namun tidak pernah dihukum – dan mereka masih menjadi penyelenggara hingga saat ini.
“Ada banyak modus kecurangan suara di pemilu-pemilu sebelumnya, baik pilpres, pileg, maupun pilkada,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow. Antara lain: jumlah suara yang dihitung tidak sesuai dengan jumlah yang ada di Formulis C-1, penambahan suara dengan mengganti angka hasil rekapitulasi, penambahan suara pada pasangan calon tertentu dengan memanfaatkan kolom suara yang tidak terpakai, kolom perolehan suara pasangan calon dalam Formulir C-1 tidak diisi, kolom-kolom dalam Formulir C-1 tidak diberi tanda silang (X) sehingga berpotensi diisi dengan angka baru untuk pasangan calon tertentu, pemilih mencoblos lebih dari satu kali, pemilih yang tidak memenuhi syarat diberi kesempatan memilih, dan masih banyak lagi.
Jeirry menambahkan, bahwa ada sembilan tantangan di Pemilu Serentak 2019 yakni pertama, Pelaksanaan yang berbarengan menjadikan beban penyelenggaraan menjadi dobel; kedua, Pergantian penyelenggara pemilu; ketiga Peran media sosial yang semakin masif berpengaruh terhadap opini dan wacana dalam pemilu; keempat, Politik SARA yang makin menjadi trend digunakan untuk memenangkan pemilu; kelima, Relasi penyelenggara, khususnya KPU dan Bawaslu/Panwas; keenam, Tensi persaingan paslon yang sangat tinggi; ketujuh, Politik uang yang makin tak terkendali dan makin terang-terangan; kedelapan, Rakyat yang makin apatis dan pragmatis dan kesembilan, Kurangnya surat suara di TPS.
Jeirry menawarkan empat solusi yang dapat dipertimbangkan untuk meminimalir tantangantantangan tersebut: Satu, mendorong peran pengawasan masyarakat dalam mengawal suara rakyat. Banyak modus kecurangan (terutama kecurangan suara) ditemukan oleh masyarakat.
Dua, transparansi proses rekapitulasi sangat menolong peran masyarakat mengawal proses rekapitulasi. Tiga, posisi dan peran Bawaslu/Panwas sangat penting untuk memperbaiki kecurangan akibat kesalahan atau manipulasi terjadi. Empat, peran media massa sangat penting untuk mengungkap ke publik kecurangan yang terjadi.
Khusus di poin pengawasan masyarakat, Jeirry mengapresiasi upaya sejumlah elemen masyarakat dalam melakukan pengawasan independen, salah satunya Kawal Pilpres 2019 yang bertujuan mengawal hasil penghitungan suara khusus Pilpres di TPS pada tanggal 17 April 2019.
Kawal Pilpres 2019 mengusung prinsip Netral, Berintegritas, Terbuka.
Kawal Pilpres 2019 adalah aplikasi mikro yang ada di dalam aplikasi PeSankita Indonesia – platform aplikasi dengan sistem keamanan tingkat tinggi, yang tercipta sejak tahun 2015.
Aplikasi PeSankita merupakan produk Indonesia yang dapat diunduh secara gratis di Playstore untuk Android dan Appstore untuk iOS. Hingga saat ini terus dilakukan perekrutan Relawan Kawal Pilpres 2019 melalui dukungan sekitar 27 lembaga/komunitas, pembukaan booth di Car Free Day Jakarta, dan referensi dari pribadi ke pribadi. (Jr)