Perempuan Jurnalis di Sulut, Sudah Setara Namun Belum Sejahtera

Perempuan Jurnalis di Sulut, Sudah Setara Namun Belum Sejahtera

KESETARAAN dan non-diskriminasi di tempat kerja diakui oleh sejumlah perempuan jurnalis di Manado, Sulawesi Utara tidak ada kendala karena perusahaan pers tempat mereka bekerja telah memberikan peluang yang sama bagi perempuan terkait pemenuhan hak-hak, kesempatan dan perlakuan yang adil oleh laki-laki dan perempuan di lingkungan pekerjaan.

Hal ini terungkap di Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) bertajuk ‘Perempuan Jurnalis dan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja’ Kamis (28/10/2021) di Avon Resident, Manado yang digelar sulutdaily.com.

Diskriminasi terhadap akses ke pekerjaan dan jabatan juga tidak dialami, termasuk pandangan stereotip tentang kecocokan dengan pekerjaan lain. Perempuan Jurnalis di Sulut juga menempati pos liputan yang ekstrim seperti liputan kriminal dan liputan bencana.

Hal ini menunjukan Konvensi ILO no. 111 tahun 1958 tentang Diskriminasi (dalam hal Pekerjaan dan Jabatan) Kesempatan Kerja yang Adil dalam semua tahapan siklus pekerjaan telah diimplementasikan di sejumlah Perusahaan Pers di Sulawesi Utara.

Susan Palilingan

Menurut Kepala Biro Kompas TV Susan Palilingan bahwa posisi dan jabatan Perempuan Jurnalis di Sulut juga telah mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.

” Pemilik media dan pemimpin media di Sulawesi Utara cukup banyak di jabat oleh perempuan. Kondisi ini harus diperkuat dengan komunitas Forum Perempuan Jurnalis,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Perempuan Jurnalis Sulut Jeane Rondonuwu mengatakan konsentrasi perempuan di sektor perkonomian informal dan pekerjaan paruh waktu, PRT dan pekerjaan berbasis di rumah menjadi kendala bagi Perempuan Jurnalis untuk eksis di lapangan.

“Bagi jurnalis yang baru menikah kemudian memiliki anak, hal ini sangat terasa, apalagi dimasa pandemic covid-19 saat ini,” ujar Jeane yang juga adalah Jurkam kesetaraan gender, non diskriminasi dan inklusivitas di tempat kerja gelaran ILO.

Di Sulawesi Utara, kesetaraan terhadap upah tak lagi menjadi masalah, namun faktanya jumlah upah jurnalis untuk sejumlah Perusahaan Pers sangat memprihatinkan karena masih mengandalkan pembagian hasil kontrak dan kerjasama dengan pihak lain baik pemerintah maupun swasta. Dan masih ada perusahaan pers yang memasang target bagi jurnalisnya (baik perempuan dan laki-laki) untuk menghimpun sejumlah dana bagi keberlangsungan perusahaan.

” Harus diakui banyak jurnalis yang belum memiliki tunjangan keluarga dan perumahan, tunjangan perjalanan dan uang makan. Termasuk bonus dan skema pensiun atau layanan kesehatan khusus,” ungkap Jeane.

Dalam diskusi juga terungkap bahwa Perempuan Jurnalis sangat rentan dengan pelecehan seksual di lingkungan kerja. Kondisi dan situasi saat melakukan peliputan kerap menempatkan Perempuan Jurnalis untuk menjadi korban. Dari hasil sharing telah mengungkap sejumlah Perempuan Jurnalis yang pernah menjadi korban.

Tantangan lain yakni, dinamika pers di Sulut berkembang seiring dengan laju transformasi digital. Fenomena narasumber yang enggan di wawancara menjadi kendala tersendiri bagi jurnalis yang jumlahnya kian banyak bersamaan dengan lahirnya sejumlah media online yang instan dan meredupnya keberlangsungan media cetak.

Irene Rindorindo

Mantan Wartawan Metro TV Irene Debby Carolina Rindorindo S.S.Hum dalam pemaparan materi dalam diskusi memberikan perbandingan dengan para perempuan di Negara Laos.

” Mereka adalah pekerja keras, dan memiliki kemauan yang tinggi untuk berperan lebih besar untuk meningkatkan perekonomian negara,” kata Irene yang pernah menjadi pengajar Bahasa Indonesia di Laos.

Para perempuan di Laos sangat berambisi, tangguh dan sadar akan perannya dalam kehidupan bermasyarakat dan berbisnis.

” Berdasarkan laporan PBB, RDR Laos berhasil memperkecil gender gap index hingga mencapai 70% dan hingga tahun 2012, 25% anggota parlemen adalah perempuan. Dan Berdasarkan laporan ADB pada tahun 2015, Laos memiliki jumlah komisaris perempuan pemilik saham perusahaan setara dengan jumlah komisaris perempuan di AS dan Jerman ,” kata Irene yang kini bekerja di Balai Bahasa Sulawesi Utara.

Menjawab sejumlah persoalan ini, diskusi ‘Perempuan Jurnalis dan Kesetaraan Gender di Tempat Kerja’ yang dipandu moderator Gracey Wakary ini merekomendasikan sejumlah solusi yang perlu dilakukan:

Gracey Wakary

Pertama, memperkuat komunitas Perempuan Jurnalis di Sulawesi Utara untuk melakukan;
a. Pemberdayaan Perempuan Jurnalis dengan pelatihan ketrampilan profesi dan perkembangan ilmu jurnalistik.

b. Mendorong dan mendampingi Perempuan Jurnalis dalam mengikuti fellowship dan kompetisi jurnalistik.

c. ‘Sharing Motivation’ secara rutin untuk membangun kebersamaan dan semangat berkarya menjadi seorang pekerja keras yang profesional dan sukses.

Kedua, memotivasi Perempuan Jurnalis menjadi kompeten dengan memfasilitasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sehingga akan meningkatkan posisi bargaining terhadap narasumber.

Ketiga, melakukan kerjasama dengan Lembaga-lembaga terkait yang konsern terhadap kesetaraan gender seperti ILO dan lainnya untuk peningkatan kapasitas. ( Stb)

CATEGORIES
TAGS
Share This