Inflasi di Manado dan Kotamobagu Tinggi, BI Sulut : Lakukan Strategi 4K
SULUTDAILYII Manado- Tekanan Inflasi di Kota Manado dan Kota Kotamobagu mengalami kenaikan cukup signifikan pada Desember 2021. Indeks Harga Konsumen IHK Kota Manado tercatat inflasi sebesar 0,95% (mtm) sedangkan IHK Kotamobagu tercatat inflasi sebesar 1,45% (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Arbonas Hutabarat mengatakan tekanan inflasi kedua kota tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan November lalu yang masing-masing tercatat inflasi 0,03% (mtm) dan deflasi 0,53% (mtm). Dengan demikian secara tahunan, inflasi Manado tercatat sebesar 2,65% (yoy) dan Kotamobagu sebesar 2,51% (yoy). Meski relatif lebih tinggi dibanding nasional yang tercatat mengalami inflasi tahunan sebesar 1,87% (yoy), tekanan inflasi Sulut pada tahun 2021 tersebut masih terkendali pada kisaran 3,0 ± 1 % (yoy).
‘’Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau kembali menjadi penggerak utama inflasi di kedua kotainflasi Sulut. Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,87% (mtm) di Manado dan 1,32 (mtm) di Kotamobagu. Di Manado, kenaikan harga kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau terutama terjadi pada komoditas cabai rawit yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,59% (mtm) pada inflasi umum Manado,’’kata Arbonas.
Berdasarkan data dari Survei Pantauan harga, harga rata-rata komoditas cabai rawit di Kota Manado naik dari Rp 32.828 pada November menjadi Rp 66.231 pada bulan Desember 2021. Penurunan pasokan di tengah tren kenaikan permintaan masyarakat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru diperkirakan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga cabai rawit di Manado.
‘’Penurunan pasokan termasuk dari luar Sulut seperti dari Gorontalo dan Sulawesi tengah diperkirakan terjadi seiring dengan kenaikan harga cabai rawit di wilayah-wilayah lainnya diIndonesia Timur yang relatif lebih tinggi dibandingkan Manado. Selain komoditas cabai rawit, inflasi kelompok ini juga dipengaruhi oleh berlanjutnya tren kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan tren penurunan produksi domestik dan kenaikan harga internasional minyak kelapa sawit,’’ujarnya.
Sementara itu, komoditas perikanan relatif memberikan tekanan inflasi yang terbatas meski anomali cuaca relative masih berlanjut hingga Desember 2021. Deflasi yang terjadi pada ikan Selar/Tude menjadi faktor utama yang menahan kenaikan inflasi di kota Manado.
Adapun diluar kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau, kenaikan tekanan inflasi Manado didorong oleh kelompok transportasi yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,11% (mtm). Kenaikan IHK kelompok Transportasi disebabkan oleh meningkatnya tarif angkutan udara baik pada maskapai full service maupun low cost carrier.
Meningkatnya mobilitas udara masyarakat Sulut menjelang dan selama perayaan Natal dan Tahun Baru di tengah risiko pandemi COVID-19 yang masih terjaga pada level rendah menjadi penyebabkenaikan permintaan angkutan udara.
Fenomena serupa juga terjadi di Kotamobagu. Komoditas cabai rawit juga menjadi penyumbang utama dengan kontribusi inflasi sebesar 0,44% (mtm) dari total inflasi umum Kotamobagu yang sebesar 1,45% (mtm). Namun demikian, berbeda dengan Manado, komoditas hortikultura lainnya seperti daun bawang, kangkung, cabai merah, bayam dan daun gedi juga menambah tekanan inflasi pada kelompok
Makanan, Minuman dan Tembakau dengan total kontribusi sebesar 0,29% (mtm).
Selain itu, komoditas perikanan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan Manado. Penurunan produksi di wilayah-wilayah penghasil komoditas hortikultura dan perikanan di sekitar Kotamobagu diperkirakan menjadi faktor pendorong kenaikan harga yang lebih tinggi di Kotamobagu.
Tekanan inflasi Kotamobagu juga didorong oleh inflasi pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rumah Tangga yang secara total memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,10% (mtm).
Berdasarkan pola historis dan perkembangan aktivitas masyarakat di kedua kota pencatatan Inflasi Sulut pada tahun 2021, tekanan inflasi pada Januari 2022 diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan. Permintaan masyarakat yang relatif tinggi pada Desember 2021 diperkirakan akantermoderasi pada Januari 2022 seiring dengan normalisasi aktivitas masyarakat.
Normalisasi kegiatan dimaksud diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan harga komoditas strategis Sulut terutama cabai rawit yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan pada Desember 2021. Meski demikian, risiko pergerakan inflasi juga masih dibayangi risiko cuaca seiring fenomena global La Nina yang masih berlanjut, ditandai dengan curah hujan yang diperkirakan masih tinggi hinggaDasarian I Februari 2022.
Kondisi curah hujan tinggi dapat mempengaruhi tingkat pasokan sejumlah komoditas hortikultura dan juga perikanan seiring meningkatnya risiko gangguan OPT dan berkurangnya produktivitas nelayan yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca pelayaran.
Memandang hal tersebut, Bank Indonesia Sulut mendorong langkah-langkah strategis perlu dilakukan untuk mempertahankan inflasi di Sulawesi Utara tetap pada rentang sasaran 3,0±1% (yoy) pada tahun 2022. Sinergi seluruh dinas dan kementerian/lembaga terkait perlu ditingkatkan untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas strategis seperti Barito dan komoditas perikanan diantaranya melalui kerangka Kerjasama daerah (KAD).
Monitoring produksi dan pergerakan harga komoditas perikanan dari pedagang eceran hingga tingkat pelelangan perlu dilakukan untuk memahami rantai nilai pembentukan harga di pasar. Dengan memahami rantai nilai tersebut, kebijakan pengendalian yang optimal dapat diberlakukan dengan tujuan pengendalian harga dan menjaga kesejahteraan nelayan.
Sementara itu, produksi komoditas-komoditas hortikultura perlu terus diperhatikan dengan memantau lokasi desa dan volume panen di sentra produksi Sulut maupun kelancaran pasokan dari sejumlah sentra produksi di luar Sulut untuk lebih memahami pola produksi dan langkah[1]langkah kebijakan pengendalian yang diperlukan. Sebagai tindak lanjut, TPID Sulawesi Utara telah dan terus meningkatkan koordinasi teknis langkah-langkah pengendalian inflasi.
‘’Melalui strategi 4K (keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan juga komunikasi yang efektif), Bank Indonesia dan TPID tingkat Provinsi maupun Kab/Kota di Sulawesi Utara tetap berkomitmen menjaga tekanan inflasi Sulut pada level yang mendukung pemulihan perekonomian daerah,’’tutup Arbonas.(*/Jr)