Menumbuhkan Kesadaran Bela Negara bagi Generasi Millennial di Era Society 5.0

Oleh: Rifani Agnes Eka Wahyuni, S.IP., M. Han

DUNIA sedang memasuki era Revolusi Industri 4.0, yaitu era yang merupakan periode perkembangan baru teknologi digital memiliki pengaruh yang cukup besar yang dimungkinkan dapat meningkatkan sebagian besar inovasi dan kemajuan yang datang dengan gelombang Revolusi Industri 4.0. Teknologi ini dapat menghubungkan seluruh dunia secara digital atau biasa kita sebut dengan Internet of Things (IoT).

Selain itu berkembang juga Konsep Society 5.0 yang merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep sebelumnya. Pada Society 1.0, manusia masih berada di era berburu dan mengenal tulisan. Pada Society 2.0 adalah era pertanian dimana manusia sudah mulai mengenal bercocok tanam.

Lalu pada Society 3.0 sudah memasuki era industri yaitu ketika manusia sudah mulai menggunakan mesin untuk menunjang aktivitas seharihari, setelah itu munculah Society 4.0 yang kita alami saat ini, yaitu manusia yang sudah mengenal komputer hingga internet juga dalam penerapannya di kehidupan.

Jika Society 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga membagikan informasi di internet. Society 5.0 adalah era dimana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sekedar untuk berbagi informasi melainkan untuk menjalani kehidupan di mana dalam Society 5.0, nilai baru yang diciptakan melalui perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi pada kemudian hari.

Sehingga era digital sekarang membentuk sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan teknologi dengan menyelesaikan masalah melalui sistem yang mengintegrasikan dunia maya dan ruang fisik atau “Super Smart Society” menjadikan integrasi teknologi dan IoT untuk kehidupan sehari-hari.

Dari era digital ini bisa dilihat perkembangan pemanfaatan IoT di Indonesia sangat pesat. Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun 2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Dibandingkan tahun sebelumnya, ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet di negeri ini.

Berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% setengah penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya. Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), hingga virtual reality device (5,1%).

Dalam laporan ini juga diketahui bahwa saat ini masyarakat Indonesia yang ponsel sebanyak 338,2 juta. Begitu juga data yang tak kalah menariknya, ada 160 juta pengguna aktif media sosial (medsos). Bila dibandingkan dengan 2019, maka pada tahun ini We Are Social menemukan ada peningkatan 10 juta orang Indonesia yang aktif di medsos.

Dari intensitas pemanfaatan IoT Ini berbanding lurus dengan munculnya ancamanancaman di era digital ini. Yang mana secara dimensional, ancaman era digital atau sering kita kenal dengan ancaman siber terdiri dari beberapa unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

Pertama, Sosial budaya, antara lain: Pencurian Identitas, Pelanggaran Hak Cipta & Pornografi.

Kedua, Keselamatan umum, antaranya Serangan Siber terhadap Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional

Ketiga, Teknologi, antara lain: Serangan Siber (DDoS (Distributed Denial of Service / Membanjiri permintaan kepada sistem dengan tujuan untuk melumpuhkan sistem), Hacking (mengakses sistem secara ilegal), Phishing (melakukan penipuan dengan cara mengelabui pengguna sebagai web/sistem asli), dll), Targeted Attack / APT dan Pemanfaatan Dark Web untuk aktivitas Ilegal.

Keempat, Ideologi, antara lain digunakan dalam hal sebagai penyebaran Radikalisme, Terorisme, Liberalisme.

Kelima, Politik, antara lain: Provokasi Politik, Hoax, SARA, Hate Speech, Anti Pemerintah.

Keenam, Ekonomi dengan melakukan Serangan Siber pada Sektor Finansial, Penipuan Online

Teknologi Internet memberikan kemudahan bagi siapapun dalam memperoleh informasi termasuk informasi terkait metode eksploitasi terhadap sistem informasi. Kondisi ini dapat memperbesar peluang munculnya serangan terhadap suatu negara yang tidak hanya berasal dari Nation-State Actor namun juga berasal dari Perusahaan, Grup bahkan Individual (All Spectrum) dengan potensi tingkat resiko yang sama.

Salah satu bentuk ancaman siber atau era digital yang paling rentan dalam pertahanan bangsa dan negara ialah terhadap sasaran yang menargetkan kepada psikologis individu/kelompok/masyarakat/bangsa untuk mengubah Emosi, Sikap, Tingkah Laku, Opini, dan Motivasi (ESTOM), bahkan ideologi sesuai dengan yang diharapkan pihak penyerang. Contohnya ialah penggunaan oleh jaringan Radikalisme memanfaatkan IoT untuk menyebarkan Hoax serta misinformation sehingga mengubah perilaku bahkan ideologi berujung pada perubahan tindakan Terorisme.

Sasaran ini sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk menghindari serangan ini, maka setiap warga negara harus memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara.

Istilah generasi millennial belakangan ini sedang booming dan akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika yaitu William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y, yang akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini.

Para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada tahun 1980-1990, atau pada awal 2000 dan seterusnya. Penulis Elwood Carlson di dalam bukunya The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom yang terbit di tahun 2008, mendefinisikan bahwa millennial lahir di antara tahun 1983- 2001 berdasarkan lonjakan kelahiran setelah tahun 1983 dan berakhir dengan perubahan politik dan sosial yang terjadi setelah peristiwa 11 September. Pada tahun 2016, lembaga U.S Pirg mendefinisikan Millenial sebagai orang yang lahir antara tahun 1983 dan 2000.

Menurut Data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2018 mencatat, bahwa populasi generasi millennial adalah sekitar 90 juta orang. Kajian menyebut, rata-rata fokus perhatian dari generasi millennial hanya sekitar 12 detik. Bahkan untuk generasi Z (Pasca Millennial) bisa hanya sekitar 8 detik.

Jumlah penduduk Indonesia usia 20-40 tahun di tahun 2020 diduga berjumlah 83 juta jiwa atau 34% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta penduduk. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah generasi X yang 53 juta jiwa atau 20% ataupun generasi baby boomer yang hanya tinggal 35 juta jiwa atau hanya 13%.

Hal ini membuktikan dengan jumlah populasi yang banyak, besar potensi yang dapat dihasilkan oleh generasi millennial atau generasi Y tentunya untuk kemajuan bangsa.

William Strauss dan Neil Howe percaya bahwa setiap generasi mempunyai karakteristik umum yang akan menjadi karakter generasi itu, dengan 4 pola yang berulang. Menurut hipotesa mereka, millennial akan mirip dengan generasi yang lebih berwawasan sipil dengan empati yang kuat terhadap komunitas lokal dan global.

Strauss dan Neil Howe menjelaskan, ada tujuh karakter millennial yaitu spesial, terlindungi, percaya diri, berwawasan kelompok, konvensional, tahan tekanan dan mengejar pencapaian menjadikan dampak pada generasi ini adalah reaktif terhadap lingkungan yang terjadi di sekelilingnya sehingga mempunyai kecenderungan bersikap kritis dan banyak bertanya.

Selain itu dengan transformasi teknologi menjadikan generasi yang terkoneksi dengan jejaring media sosial yang mana generasi millenial sangat erat dengan kehadiran teknologi. Hampir semua aktifitas generasi millennial saat ini memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Mulai dari belanja, transportasi, hingga urusan perbankan yang kini menjadi medium perubahan yang sangat kuat dan Berpotensi membuat gerakan masif dengan pengembangan SMART yaitu, Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, dan juga Timephased. Beberapa elemen itu mendorong gerakan yang dilakukan oleh generasi millennial tercapai.

Di zaman peran generasi millennial sangatlah diharapkan, untuk menjadi agen perubahan (Agent of Change). Mengingat ide idenya yang selalu segar, pemikirannya yang kreatif dan inovatif yang diyakini akan mampu mendorong terjadinya transformasi dunia ini ke arah yang lebih baik lagi, melalui perubahan dan pengembangan.

Menurut Lancaster dan Stillman (2002), dalam risetnya menyimpulkan bahwa generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millennial atau Milenium, adalah generasi yang tahun kelahirannya antara 1980-1995. Generasi millennial ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan, seperti email, SMS, media sosial (facebook, twitter dll) atau dengan kata lain bahwa generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004).

Generasi ini sangat mahir dalam teknologi dan infrastruktur yang ada serta memiliki banyak peluang untuk bisa berada jauh di depan, dibandingkan generasi sebelumnya. Selain itu, mampu dan berusaha menjadi bijak terutama dalam menggunakan media sosial.

Untuk itu, hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dapat menyajikan data yang menarik dan akurat bagi kalangan millennial agar mereka mampu untuk menjabarkan dan menyampaikannya kepada generasi berikutnya (Generasi Z) sehingga generasi millennial ini sebagai sosok yang dinamis, penuh energi serta optimis dapat menjadi agen perubahan yang bergerak dan berusaha sedekat mungkin dengan masyarakat, dimana dapat membawa ide-ide segar, pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif sehingga dapat menjadi pemimpin masa depan yang lebih baik dari saat ini.

Dengan pemuda generasi millennial dapat memberikan kontribusi maksimal kepada masyarakat sebagai agen perubahan dengan kemahiran penguasaan teknologi serta ilmu pengetahuan yang dimiliki.dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, bersikap kritis, berpartisipasi dalam politik, memacu kinerja pemerintah.

Bela Negara sendiri merupakan sikap, perilaku & tindakan warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara (PKBN Kemenhan, 2016).

Oleh karenanya penting kiranya mengembangkan peran para generasi millennial dalam upaya bela negara Indonesia di era digital. Pada masa sekarang, bela negara bukan hanya menghadapi ancaman militer berupa agresi dan pelanggaran wilayah, melainkan juga menghadapi ancaman nonmiliter.

Ancaman nonmiliter adalah ancaman yang tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat. Ancaman non militer, seperti masuknya paham komunisme dan liberalisme, pengaruh negatif dari kemajuan iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Di zaman millennial yang lekat dengan kecanggihan teknologi, telah mengubah tren peran dan tantangan generasi muda. Pemuda Indonesia di zaman millennial ini, memiliki peran sebagai pengisi kemerdekaan NKRI dengan menjadi agent of change, innovator, dan promoter bangsa. Tantangan yang dahulu bersifat kolonialisme, kini telah berevolusi menjadi kompetisi global.

Musuh generasi muda Indonesia yang harus diperangi saat ini bukan lagi penjajah bersenjata, melainkan ketidakmampuan dalam menyaingi cepatnya arus perkembangan zaman.

Adapun bentuk perwujudan bela negara yang dapat dilakukan oleh generasi millennial Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Menjaga Keamanan & Ketertiban
Dengan mengembangkan diri dan kapabilitas yang sesuai dengan peraturan serta kesadaran hukum untuk tidak melakukan kegiatan atau hal hal yang melanggar hukum seperti menjadi pelaku penyebaran Hoax dan Hate Speech yang bisa memprovokasi keamanan dan ketertiban.

b. Mematuhi Aturan/Norma Yang Berlaku
Generasi millennial dapat memberikan contoh perilaku masyarakat disiplin, memiliki kesadaran tinggi, mau melindungi sesama, sebagaimana nilai, norma, hukum, sosial, dan agama untuk menghindari perbuatan kriminalitas yang marak terjadi akibat perkembangan teknologi seperti pembunuhan, perampokan penipuan.

c. Mengabdi Pada Tanah Air Sesuai Keahlian
Memanfaatkan keilmuan yang dimiliki masing-masing seperti membuka sebuah startup baru yang dapat memecahkan masalah-masalah yang ada sekitar kita dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Contoh yang dilakukan oleh Nadiem Makarim pendiri Gojek dan Giovani pendiri Ruang Guru.

d. Menciptakan Kerukunan
Mengkampanyekan kegiatan positif dan multiculturalism seperti sosialisasi pancasila agar tidak terpapar oleh paham paham radikalisme.

e. Mengembangkan Iptek
Mengembangkan teknologi baru seperti yang dilakukan oleh Leonika Sari yang berhasil menjadi programmer dan membuat aplikasi Red Blood adalah sebuah gerakan berbasis aplikasi mobile yang mana aplikasi tersebut mengajak banyak orang untuk mendonorkan darah, serta lebih memperhatikan akan kesehatan

f. Berpartisipasi Aktif Dalam Kegiatan Positif
Generasi Millennial dan semangatnya dibutuhkan sebagai agent of change dalam berbagai sektor, dengan kemampuan maupun integritas, menjadi rendah untuk seseorang menduduki posisi strategis dalam lembaga-lembaga negara. Contoh Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi mencetuskan tantangan 100 juta masker melalui media sosial Twitter. Menurut dia, gerakan #100 Juta Masker Challenge ingin mengajak masyarakat untuk menggunakan masker buatan dengan dua lapis kain katun daripada membeli masker bedah atau masker N95.

g. Melestarikan Budaya Bangsa
Melestarikan nilai-nilai budaya bangsa seperti seperti dengan program “Aku Cinta Produk Indonesia” yang sasarannya generasi millennial dimana Indonesia masih dihadapkan pada problem besar berupa tingginya Infiltrasi budaya asing, serbuan barang-barang impor sehingga perlahan mengikis nilai budaya bangsa.

h. Menjaga Keutuhan Harkat & Martabat Bangsa
Mewujudkan keutuhan harkat dan martabat bangsa di era tatanan kehidupan baru yang telah memasuki era digitalisasi yang juga membuka tantangan dan ancaman baru yang bisa merubah tatanan bangsa seperti Radikalisme dan Terorisme. Sehingga diperlukan inovasi dan Peran aktif Generasi Millennial untuk membangun dan menjaga keutuhan bangsa serta mengharumkan nama negara dengan prestasi-prestasi di kancah internasional dengan Semangat Bhineka Tunggal Ika.

Di sisi lain Indonesia segera akan memasuki fenomena bonus demografi beberapa tahun ke depan. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk produktif secara signifikan. Meningkatnya jumlah penduduk produktif tentunya menjadi peluang emas untuk menggerakkan roda perekonomian.

Penduduk produktif pada era ini didominasi oleh generasi Y atau generasi millennial. Generasi millennial merupakan modal utama dalam fenomena bonus demografi. Potensi generasi millennial yang dapat dimaksimalkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, peran generasi millennial yang merata juga akan mengoptimalkan manfaat dan potensi yang ada.

Rasio ketergantungan Indonesia tahun 2015 sebesar 49,20 secara tidak langsung memiliki makna bahwa persentase jumlah penduduk usia produktif mencapai sekitar 67,02 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Selanjutnya, jika persentase jumlah penduduk usia produktif ini dikaitkan dengan persentase generasi millennial tahun 2017 yang sebesar 33,75 persen dari jumlah penduduk keseluruhan.

Ini berarti bahwa sumbangan generasi millennial dalam membentuk struktur jumlah penduduk usia produktif tergolong cukup tinggi, karena sekitar 50,36 persen dari jumlah penduduk usia produktif pada dasarnya merupakan generasi millennial (asumsi: rasio ketergantungan 2015 dan 2017 sama besar). Sebagai penduduk terbesar, tentunya generasi millennial akan berperan besar pada era bonus demografi.

Bonus demografi adalah era yang sangat penting dan krusial dalam perjalanan bangsa Indonesia. Keuntungan paling utama dari bonus demografi adalah ketersediaan tenaga kerja usia produktif sebagai modal utama dalam pembangunan.

Hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan adalah kesehatan dan pendidikan sebagai prasyarat dari produktivitas. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya lapangan kerja. Namun, realitanya menunjukkan angka pengangguran menempatkan Indonesia berada pada peringkat tiga (3) di ASEAN, yaitu sebesar 6,2%. Di era sekarang, pertumbuhan teknologi digital harus mampu kita optimalkan untuk meminimalisir pengangguran.

Disisi lain jumlah wirausaha di Indonesia sebesar 1,65% masih perlu ditingkatkan, karena secara teoritis pengusaha diharapkan sebesar 2%. Angka ini masih sangat rendah dibandingkan negara tetangga kita sebesar 7%. Sehingga pada puncak eranya nanti, penduduk muda akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi atau source of growth dan penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pada akhirnya, bonus demografi ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Generasi millennial yang mumpuni dalam penguasaan teknologi melalui revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan ekonomi digital, kecerdasan buatan, big data, dan internet of things (IOT) ditambah jiwa bela negara untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan bangsa sehingga diharapkan akan memiliki peluang ekonomi lebih baik yang akan memegang kendali atas roda pembangunan khususnya di bidang perekonomian yang diharapkan akan mampu membawa bangsa Indonesia menuju ke arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis.

Intinya, generasi millennial adalah modal besar untuk mewujudkan kemandirian bangsa dalam segala aspek. Sebagai modal besar pembangunan suatu bangsa, diharapkan generasi millennial memiliki potensi lebih unggul dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.

Indonesia pada Tahun 2030 diproyeksikan bakal menghadapi bonus demografi, dimana 64 persen dari total populasi merupakan penduduk usia produktif. Berbekal bonus demografi tersebut, banyak pihak menilai peluang Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan perekonomian pesat sangat terbuka lebar. Sehingga bila kita cermati maka, anak-anak yang berada di usia sekolah ataupun bangku kuliah pada saat ini merupakan kunci Indonesia untuk memetik hasil yang maksimal di era bonus demografi. (***)

*Penulis adalah Peneliti Madya di the DIP Institute dan Alumni Universitas Pertahanan Indonesia.

Opini dalam artikel ini adalah pandangan pribadi.

CATEGORIES
TAGS
Share This