Inilah Kisah Sutomo Seorang Pemburu Krorto

Inilah Kisah Sutomo Seorang Pemburu Krorto

SULUTDAILY//Pati – Sutomo (48) warga Dukuh Kemiri RT.01/02, Desa Tamansari, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, adalah seorang yang berprofesi sebagai pemburu telur semut rangrang atau yang biasa di sebut Kroto. Telur semut yang satu ini bisanya untuk pakan burung peliharaan.

Terlihat Sutomo bersama Serda Sukarji anggota Satgas TMMD Reguler ke-111 Kodim Pati sedang memikul peralatan sederhananya berupa 7 bilah bambu, sedang berburu kroto atau telur semut rangrang di hutan pinggiran Desa Tamansari, Kecamatan Jaken, yang kali ini menjadi sasaran program TMMD Reguler Kodim Pati.

Dihadapan Sukarji Ia mengatakan, kalau rezeki takkan kemana, bahkan dari telur semut sekalipun, kalau mau berusaha dan sabar bisa menjadi mata pencaharian yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Tak terasa hampir 15 tahun menjalani pekerjaan sebagai pemburu kroto (telur semut rangrang).

“Pekerjaan mencari kroto berawal kira-kira tahun 1996. Waktu itu saya keliling masih jalan kaki. Terus tahun 2006 saya sudah bisa membeli sepeda motor. Sekarang kelilingan pakai motor,” jelas kepada Sukarji.

Perburuan kroto tak hanya di wilayah Tamansari dan sekitarnya saja, tetapi juga telah merambah ke wilayah lain seperti wilayah Kecamatan Jakenan, Winong dan Pucakwangi bahkan sampai ke wilayah Kabupaten Rembang dan Blora. Kroto yang ia dapat biasanya dijual ke pedagang pakan burung seharga 100 ribuan per kilogram tergantung kwalitas kroto yang didapat. Minimal dalam sehari Sutomo mampu mengumpulkan 1 kg kroto.

“Sepi-sepinya masih mendapatkan sekitar 50 ribuan, biasanya itu pas musim hujan. Kalau cerah begini, rata-rata ya rata-rata masih diatas 100 ribu per hari,” ungkapnya.

“Alhamdulillah sudah bisa membeli sepeda motor hasil mencari kroto. Selain itu, juga bisa mencukupi kebutuhan keluarga,” tuturnya.

Jam terbang Sutomo dalam perburuan kroto ini tampaknya telah membuatnya berpikir inovatif. Kalau dulu, untuk mengambil sarang semut harus memanjat pohon, sekarang tak perlu lagi. Sebab galah sepanjang 17 meter sudah cukup untuk menjangkau sarang semut yang ada di pucuk-pucuk ranting pohon.

“Saya membuat galah dari tujuh potong bambu yang bisa saya sambung-sambung hingga panjang totalnya 17 meter. Pada ujung galah paling atas saya pasangi bakul (tempat nasi dari anyaman bambu), sehingga sarang semut yang saya sogok akan berjatuhan masuk ke bakul,” ujarnya.

Sutomo kerap berjibaku dengan ribuan semut saat mengambil kroto di sarang semut rangrang. Gigitan semut rangrang yang panik karena sarangnya diambil tak lagi dirasakan oleh Sutomo. Menurutnya, gigitan semut rangrang bisa menyebabkan sakit yang lebih lama seperti halnya disengat lebah.

“Ya sakit lah pak, namanya juga semut rangrang. Tapi saya hiraukan saja sakitnya, risiko pekerjaan,” katanya. (0718)

CATEGORIES
Share This