Berson S.Pd, Petani Inovatif di Lahan Gambut

Laporan Jeane Rondonuwu, Kalimantan Tengah. Peserta MDK IV LPDS dan Kedutaan Norwegia Tahun 2016

’ Kebun kami berhasil lolos dari kebakaran, ’’ kata Berson S.Pd  sembari memantau hasil penyadapan karet di kebun Kelompok Tani Panega,  sekitar 1 kilometer dari jalan raya Desa Jabiren, Kabupaten. Pulangpisau. Suami Sukarti ini bersyukur, meski harga karet kini anjlok hingga 5.500 rupiah per kilogram,  tapi kebun seluas 1.500 hektare berhasil  lolos dari jilatan lidah api tahun 2015 lalu.

Meski anggota kelompok tersisa  45 kepala Keluarga, tapi terlihat mereka tetap ulet untuk menjaga dan mengelolah lahan perkebunan yang digarap sejak tahun 2002 tersebut. ‘’ Saat Kelompok Tani Panenga dibentuk jumlah anggotanya 162 kepala keluarga, tapi mereka satu persatu mengundurkan diri,’’ kata Berson SPd saat ditemui beberapa waktu lalu.

Berson SPd bersama dua anggota Kelompok Tani Panenga dilokasi sumur bor. Foto Jeane Rondonuwu

Berson SPd bersama dua anggota Kelompok Tani Panenga dilokasi sumur bor. Foto Jeane Rondonuwu

Banyak anggota yang mundur karena tidak semua petani berpikir untuk maju. Apalagi bertani dilahan yang sudah mengalami degradasi akibat kebakaran berulang-ulang.

 ‘’ Ekosistem rawa gambut tergolong ekosistem gampang rapuh artinya dengan mudah rusak tetapi sangat sulit untuk pulih kembali. Jadi dibutuhkan keuleten dan  inovasi  untuk mengelolah lahan seperti ini,’’ cerita Berson yang juga adalah Guru SD Negeri Desa Jabiren.

 Berson SPd kerena keberhasilannya  pada November 2015 mendapatkan medali dan penghargaan dari  Food and Agriculture Organization Of The United Nations (FAO). Foto Jeane Rondonuwu

Berson SPd kerena keberhasilannya pada November 2015 mendapatkan medali dan penghargaan dari Food and Agriculture Organization Of The United Nations (FAO). Foto Jeane Rondonuwu

Menurut cerita Ayah Yessi dan Denny , Desa Jabiren Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulangpisau, Kalimantan tengah  sebelum tahun 1972 ekosistemnya masih berupa hutan belantara dengan tinggi pohon mencapai 30 meter, bahkan ada yang lebih.

Kondisi rawa gambut memiliki tinggi air lebih dari 1 meter. Keragaman hayati belum terjamah.Mata pencarian penduduk adalah nelayan dan berkebun karet di tepian sungai Kahayan.

Tahun 1972- 1995, mulai beroperasi perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yakni PT Jayanti Jaya yang menebang kayu Ramin.  Tapi rupanya mereka telah membabat  semua jenis kayu . Akhirnya pendudukpun ikut menebang kayu dan berpindah profesi menjadi pembalak kayu hutan, kerena waktu itu pemasaran kayu sangat muda.

Sumur bor efektif untuk pemadaman saat kebakaran. Foto Jeane Rondonuwu

Sumur bor efektif untuk pemadaman saat kebakaran. Foto Jeane Rondonuwu

Batas wilayah konsesi penebangan rakyat adalah radius 5 kilometer dari tepi Sungai Kahayan dan untuk perusahaan di atas lokasi tersebut.  Maraknya penebangan kayu saat itu, dipicu harga karet yang rendah. Sementara menyadap karet adalah sember utama penghasilan mereka.

Periode tahun 1995 dimulailah Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektare, ditandai dengan pembuatan kanal atau saluran drainase berukuran raksasa. Inilah penyebab kawasan Desa Jabiren mulai mengering.

Keringnya tanah gambut memicuh terjadinya kebakaran. Kebakaran besar pertama kali terjadi tahun 1997 atau 2 tahun setelah kanal raksasa dibuat.

‘’Tahun 2002 Kelompok Tani Panenga terbentuk dengan anggota 162 kepala keluarga .Kami membuat Handel Panenga sepanjang 1 kilomenter , kemudian diperpanjang hingga  3 kilometer.  Ini adalah upaya swadaya kami untuk memanfaatkan lahan gambut yang terdegradasi menjadi perkebunan karet,’’ tutur Berson SPd.

Rupanya drainase seperti ini  menyebabkan kawasan kubah gambut mengering hingga 1 meter . Keringnya gambut  menyebabkan kebakaran pada tahun 2005, 2007 dan 2012.

‘’Belajar dari kejadian masa lalu, saya berkomitmen untuk mengelolah perkebunan milik kelompok kami dengan baik dan benar,’’ kata Berson bersemangat.

Membangun Sekat Kanal

Sekat Kanal di Kebun Kelompok Tani Panenga

Sekat Kanal di Kebun Kelompok Tani Panenga

Akhir tahun 2012 hingga Desember 2013, Kelompok Tani Panenga mendapat bantuan program pemberdayaan masyarakat dan pemulihan ekosistem. Dana hibah sebesar 795.000.000 dikucurkan melalui  Sekretariat Bersama (Sekber) REDD+ dan UNDP yang dilaksanakan oleh Balai Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.

Areal kegiatan seluas  100 hektare dengan strategi utama yakni memberdayakan masyarakat  sambil memperbaiki lingkungan. Sejumlah kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan budidaya karet dan olahan buah nanas  membangkitkan kembali gairah masyarakat untuk bertani.

Kebun karet pun kembali dibersihkan dari semak belukar dan ditanami tanaman selah Nanas sebanyak 100.000 rumpun.  Tanaman sela ini berhasil dengan pemberian pupuk kandang ayam. ‘’ Kami memiliki kandang ayam . Hasilnya dijual dan pupuk kandangnya untuk pengolahan lahan gambut,’’ jelas Berson sambil menunjukan posisi kandang ayam dibelakang rumahnya.

Setelah kegiatan tersebut dirasakan manfaatnya oleh anggota kelompok,  maka program berikutnya yakni memperbaiki ekosistem dengan membangun sekat kanal . Pengelolaan air melalui pembuatan pintu air sistem bertingkat ini membantu untuk membasahi lahan gambut .

Secara gotong royong sekat kanal atau yang biasa disebut tabat dibuat. Di handel Panenga yang panjangnya 7 kilometer, sebanyak  4 sekat kanal dibangun dari hilir hingga hulu. Pengaturan buka tutup pintu air ini ditentukan oleh kami sendiri.

‘’ Terdapat ketentuan  adat, siapa yang membuka pintu air, dia juga yang harus menutupnya. Biasanya pintu air dibuka penuh saat musim hujan,’’ kata Berson sambil menunjukan sekat kanal yang dibuat 3 tahun yang lalu tersebut masih kokoh.

Rambu ukur juga dipasang sebanyak 3 buah di lokasi Handel. Fungsinya untuk mendeteksi ketersediaan air di kubah gambut. Apabila ketinggian air dilihat dari rambu ukur tinggi seperti dimusim hujan, maka air yang terdrainase melalui handel umumnya didominasi air berlebihan  dari air hujan yang jatuh di kubah gambut.

Sebaliknya, jika air di handel  surut dengan ekstrim,  artinya air yang terdrainase adalah air yang tersimpan di kubah gambut. Kondisi ini adalah titik rawan dan bahaya kebakaran sangat tinggi.

Kanal ini terhubung dengan Sungai Kahayan

Kanal ini terhubung dengan Sungai Kahayan

Selain Rambu Ukur, dipasang juga Piezometer untuk mengukur muka air tanah. 50 Piezometer dipasang dia area 100 hektare.  ‘’ Dengan adanya sekat kanal kami bisa mengkonservasi air yang keluar dari kubah gambut,’’ kata Herson salah satu Ketua Kelompok Tani utusan  Kabupaten Pulangpisau yang telah tamat dalam pendidikan dan pelatihan agi penyuluh kehutanan swadaya masyarakat tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Balai Pendidikan dan Pelatihan kehutanan di Samarinda Desember 2014 ini.

Untuk menantisipasi kebakaran, kelompok tani yang mendapat predikat  terbaik  pertama di Provinsi Kalteng untuk kategori kelompok tani hutan dalam lomba Wana Lestari Tahun 2014 yang digelar Kementerian Kehutanan RI ini, membuat sumur bor secara swadaya.

‘’ Kebakaran tahun 2015 teramat parah, tetapi berkat keuletan anggota kelompok yang ada untuk bertani secara smart maka  kebun kami bisa lolos dari kebakaran tersebut. Ketersedian sumur bos sangat penting untuk memadamkan api dan menetralkan suhu panas akibat kebakaran yang melanda hampir seluruh wilayah Kalteng,’’ aku Berson S.Pd  yang saat ini dipercayakan menjadi Fasilitator Percontohan Kelompok Pencegah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Pulangpisau.

Emisi Gas Rumah Kaca

Dalam proyek REDD+ dan UNDP juga dilakukan pengukuran emisi gas rumah kaca . Pengukuran ini dilakukan selama 4 kali. Menurut buku  berjudul ‘ Pengelolaan Lahan Gambut Terdegradasi Melalui Inovasi Teknologi dan Pemerdayaan Masyarakat’  yang diterbitkan tahun 2014 oleh Kemeterian Pertanian dan Badan Penelitian dan Pengembangan  Pertanian bahwa emisi gas rumah kaca pada proyek REDD+ Kelompok Tani Panenga Desa Jambiren diukur melalui 4 kondisi pengukuran.

Pertama, kondisi pengukuran untuk kebun karet dan pupuk kandang ayam  untuk Co2 48,86 dan CH4 0,0015. Kedua, di Nanas dan pupuk kandang ayam untuk CO2 45,57 dan CH4 -0,0021. Ketiga, kebun karet bersemak untuk CO2 63,95 dan CH4 0,0017. Keempat, lahan semak untuk C02 97,25 dan CH4 0,0030.

Ternyata emisi CO2 terendah diperoleh pada Nanas yang diberi pupuk kandang ayam, kemudian kebun karet yang diberi pupuk kandang ayam, jika dibandingkan  dengan kebun karet dan lahan semak. Kecenderungan yang sama diperoleh dari emisi CH4.

Gas rumah kaca (Green House Gases) adalah sejumlah  jenis  gas  di atmosfer.  Hal ini berfungsi sebagai  atap rumah kaca yang kemudian meneruskan radiasi gelombang panjang matahari, tetapi mampu menahan radiasi inframerah yang diemisikan oleh permukaan bumi.

Gas-gas yang dimaksud antara lain adalah Karbon diokasida (CO2), Metan (CH4), Nitrous Oksida (N2O), Hydrofluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (PFCs) dan Sulfur heksaflorida (SF6).

Sumber gas-gas rumah kaca terjadi secara  alami dan akibat aktifitas manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alami adalah CO2, methane. Sedangkan gas yang dihasilkan akibat aktifitas manusia antaralain CO2 (Proses pembakaran bahan bakar fosil), NO2 (aktifitas pertanian dan industri), CFC, HFC, PFC (proses industri dan konsumen).

Berson S.Pd saat menerima medali. Foto Dekumentasi pribadi

Berson S.Pd saat menerima medali. Foto Dekumentasi pribadi

Keberhasilan Kelompok Tani Panenga merehabilitasi kawasan lahan gambut yang telah terdegradasi di capai karena keuletan para petani dan didukung dengan inovasi teknologi pertanian di lahan gambut. Pemberdayaan masyarakat merupakan hal esensial yang perlu diutamakan dalam kegiatan merestorasi lahan gambut menjadi lahan pertanian yang produktif.

‘’ Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan restorasi lahan gambut sangat penting,’’ kata Kepala Sekretariat Bersama REDD+ Provinsi Kalteng yang saat ini menjabat Kepala Badan Lingkungan Hidup Kalteng Ir Musrid Marsono saat ditemui di kantornya .

Menurut Musrid pengalaman yang berarti bagi kelompok tani di Desa Jabiren memang harus dilakukan secara kontinyu. ‘’ Jangan setelah selesai proyek, kelompok tani ini tidak didampingi dengan program yang berkelanjutan ,’’ ujar Musrid sambil berharap setelah REDD+ dibubarkan dan dibentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) bisa ada program yang menyentuh para kelompok tani yang juga berjuang untuk memanfaatkan lahan gambut secara baik.

Berson S.Pd Fasilitator Percontohan Kelompok Pencegah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Pulangpisau. Foto Jeane Rondonuwu

Berson S.Pd Fasilitator Percontohan Kelompok Pencegah Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Pulangpisau. Foto Jeane Rondonuwu

Berson SPd kerena keberhasilannya  pada November 2015 mendapatkan medali dan pengahargaan dari  Food and Agriculture Organization Of The United Nations (FAO).  Berson kini menjadi  pembina penyuluh kehutanan tahun 2016, dalam rangka terbentuknya tenaga pandamping handal bagi KTH di Provinsi Kalteng.

Namun sambil duduk di Bascam, pria kacamata hitam kerena diserang penyakit mata ini sangat berharap program BRG bisa membantu membangkitkan kembali semangat kolompok tani  yang dipimpinya.

‘’ Saya baru tau ada BRG dari ibu. Saya berharap kedepan kelompok tani kami diikutsertakan dalam program BRG,’’ harap pria kelahiran Jabiren , 12 Oktober 1966 saat saya menutup wawancara di lokasi perkebunan. (***)

TAGS
Share This