ICW: Putusan Praperadilan SN Sarat Kejanggalan

SULUTDAILY|| Jakarta -Sudah diperkirakan ICW, praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto akan dikabulkan Hakim Tunggal Cepi Iskandar. Menurut Peneliti Hukum ICW) Lalola Easter perkiraan tersebut bukan tanpa dasar, karena sepanjang proses sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto, ICW mencatat ada 6 (enam) kejanggalan proses yang dilakukan oleh hakim.

“Kejanggalannya yakni hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan SN dalam korupsi KTP-Elektronik,Hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK; Hakim menolak eksepsi KPK; Hakim mengabaikan permohonan Intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara; Hakim bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan; dan laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti Praperadilan,” tulis ICW dalam releasenya.

Keenam kejanggalan ini merupakan penanda awal akan adanya kemungkinan permohonan praperadilan SN akan dikabulkan oleh Hakim Cepi Iskandar, sebelum akhirnya putusan itu dibacakan di hadapan sidang pada Jumat, 29 September 2017.

Salah satu dalil Hakim Cepi Iskandar yang paling kontroversial dalam putusan praperadilan ini adalah, alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk menetapkan tersangka lain.

“Dengan dalil tersebut, artinya Hakim Cepi Iskandar mendelegitimasi Putusan Majelis Hakim yang memutus perkara KTP-El dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, yang notabenenya sudah berkekuatan hukum tetap. Padahal, putusan dikeluarkan berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim, dan skema tersebut merupakan hal yang biasa dalam proses beracara di persidangan,” jelas Lalola.

Ditambahkan Lalola, selain kejanggalan-kejanggalan di atas, dikabulkannya permohonan praperadilan ini, tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas, termasuk dengan proses yang berjalan pada Pansus Angket KPK di DPR RI.

“Putusan praperadilan ini dikhawatirkan akan menjadi dasar bagi Pansus Angket untuk mengeluarkan rekomendasi yang bukan saja kontra-produktif dengan upaya pemberantasan korupsi, tapi juga melemahkan KPK. Terlepas dari legalitas perpanjangan masa kerja Pansus Angket KPK, bukan tidak mungkin rekomendasi yang akan dikeluarkan nanti dilakukan juga berdasarkan hasil putusan praperadilan ini,” tambahnya.

Mengutip pernyataan Ahmad Doli Kurnia Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG), ada dugaan bahwa putusan SN sudah dikondisikan sejak sebelum putusan dibacakan hari ini. Hal ini dapat dilihat dari pembahasan RUU Jabatan Hakim yang sedang dibahas di Komisi III DPR RI, dengan Mahkamah Agung sebagai salah satu pihak yang paling berkepentingan dengan hal tersebut, juga dari dugaan pertemuan SN dengan Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali.

Besar dugaan bahwa putusan praperadilan ini tidak dikeluarkan berdasarkan pertimbangan yang tepat dan sarat akan dugaan adanya intervensi pihak lain yang membuat hakim tidak imparsial dan tidak independen dalam memutus.

Terkait hal ini, ICW mendesak pertama, Komisi Yudisial menindaklanjuti laporan-laporan yang sudah masuk terkait dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar dalam proses sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto.

Kedua, Mahkamah Agung mengambil langkah konkrit dengan melakukan eksaminasi putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar, dan mengambil langkah tegas manakala ditemukan dugaan penyelewengan hukum yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

Ketiga, KPK harus kembali menetapkan SN sebagai tersangka dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru. Selain itu, manakala SN sudah kembali ditetapkan sebagai tersangka, KPK harus bergerak lebih cepat dengan melakukan penahanan dan pelimpahan perkara ke persidangan, manakala sudah ada bukti-bukti yang cukup.(Jr)

CATEGORIES
TAGS
Share This