Segera Beradaptasi terhadap Perubahan Iklim untuk Memperkuat Ketangguhan Bencana

SULUTDAILY||Manado – Tanggal 13 Oktober ditetapkan sebagai Hari Internasional untuk Pengurangan Bencana. Selama tahun 2016, hingga bulan September Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi sekitar 1,700 kejadian bencana dengan lebih dari 400 korban jiwa dan lebih dari 2 juta penduduk yang menderita dan mengungsi (http://dibi.bnpb.go.id/) . Peringatan tahun ini mengusung tema pengurangan angka korban jiwa. Sudah saatnya pengurangan risiko bencana menjadi prioritas.

Direktur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB, Lilik Kurniawan mengatakan, “Sebelum bencana terjadi, kita harus melakukan sesuatu. Negara berkewajiban melindungi warga negara dari bencana dengan memperkuat kapasitas penanggulangan yang ada di daerah. Masyarakat juga harus diberdayakan dan tidak lagi dipandang sebagai korban semata.” Hal tersebut disampaikan dalam acara dialog publik yang diselenggarakan oleh program Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) di Hotel Arayaduta Manado sebagai bagian dari rangkaian acara peringatan Hari Internasional untuk Pengurangan Bencana.

Tingginya angka kejadian bencana di Indonesia juga diakibatkan oleh berubahnya pola iklim yang diperparah oleh aktivitas manusia, kerusakan ekosistem, serta produksi karbon yang menyebabkan kualitas lingkungan menurun. Kejadian bencana berhubungan erat dengan perubahan iklim. Bicara tentang perubahan iklim tidak bisa lagi hanya fokus pada mitigasi tetapi juga aksi adaptasi.

“Lebih dari 80 persen bencana merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang terkait iklim. Bencana sebagai dampak perubahan iklim tidak dapat dihindari lagi sehingga kita harus melakukan adaptasi sekarang juga,” papar Syaiful Anwar, Kepala Subdirektorat Perencanaan Adaptasi Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam acara yang sama. Adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana tidak dapat lagi dilihat sebagai dua hal terpisah. Integrasi dua hal tersebut sangat krusial dan harus menjadi urusan bersama untuk membangun ketangguhan. Di saat yang bersamaan juga penting untuk menjaga kualitas lingkungan, serta menjaga kualitas dan kapasitas sosial ekonomi. Praktik adaptasi berubahan iklim juga harus menjadi prioritas investasi. Syaiful Anwar menambahkan, “Hasil studi menunjukkan bahwa setiap 1 juta dolar yang kita keluarkan untuk mengurangi risiko bencana sekarang akan menghemat sekitar 7 juta dolar dari kerusakan yang akan timbul nantinya.”

Climate Change Adaptation Governance Advisor program APIK, Ari Mochamad,  menegaskan, “Kepala daerah harus berkomitmen untuk isu ini karena penting untuk memperkuat kapasitas di tingkat daerah. Partisipasi berbagai pihak seperti kelompok keagamaan untuk meningkatkan kesadaran, dan dunia usaha dengan investasi sosial akan membantu peningkatan ketangguhan. Praktik-praktik baik yang sudah ada dapat menjadi contoh dengan tetap berpegang pada kearifan lokal dan modal sosial.”

Meski hanya diperingati satu hari dan bulan Oktober juga didaulat menjadi bulan pengurangan risiko bencana, praktik adaptasi perubahan iklim harus dimulai dengan masif dengan melibatkan seluruh elemen kelompok masyarakat melalui aksi kolaboratif dan berlangsung sepanjang tahun. Hal tersebut harus dilakukan jika ingin mengurangi risiko bencana yang mengancam masyarakat dan menuju Indonesia yang lebih tangguh. (stb)

TAGS
Share This