Peranan Program Destana Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia

Peranan Program Destana Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia

Oleh: Trias Susanti Musadi (Alumni Universitas Sam Ratulangi Manado)

NEGARA Indonesia terletak di kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara – Maluku – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah serta rawa-rawa. Kondisi tersebut membuat wilayah ini sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.

Indonesia terletak di kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Itulah penyebab negara ini rawan bencana. pic: net.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia. Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami  tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa- gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994).

Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Secara global, menurut laporan Bank Dunia, Indonesia menempati urutan ke-35 sebagai negara dengan kejadian bencana terbanyak. Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami mulai dari pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau di Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Papua hingga seluruh pantai di Sulawesi.

Kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) dikelilingi gunung api. Pic: net

Berdasarkan data dari Inarisk, terdapat 236 Kabupaten/Kota yang memiliki risiko bencana tsunami, 5.743 desa/kelurahan memiliki risiko sedang dan tinggi terhadap bencana tsunami dengan jumlah penduduk yang berpotensi terdampak tsunami secara langsung sebanyak 3,7 juta jiwa. Walaupun semua penduduk berisiko terkena dampak bencana, beberapa kelompok tertentu secara tidak proporsional memiliki risiko lebih tinggi, yaitu perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya (seperti manula, anak-anak, dan lainnya yang diidentifikasi sesuai dengan konteks daerah.

Persoalan penanganan bencana tidak sekedar hanya mengelola kebutuhan masyarakat saat bencana itu terjadi. Seyogyanya ada tindakan yang dilakukan pada proses sebelum dan sesudah terjadinya bencana sehingga dapat mengurangi risiko atau dampak yang timbul dari bencana.

Saat ini, telah ada perubahan paradigma dalam penanganan bencana di Indonesia yang menyangkut tiga hal, yakni: a). Penanganan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko, b). Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan sematamata karena kewajiban pemerintah, c). Penanganan bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi menjadi urusan bersama masyarakat, karenanya untuk mencapai sasaran yang diinginkan maka Rencana Penangulangan Bencana (RPB) bencana harus mencakup semua aspek termasuk diantaranya kondisi geografis dan kearifan lokal masyarakat sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana yang diimplementasikan pada kegiatan penanggulangan bencana dalam setiap tahapannya dapat dilaksanakan secara maksimal.

Dalam hal penangulangan bencana masyarakat menduduki tempat penting karena masyarakat merupakan subyek, sekaligus obyek dan sasaran utama dalam upaya penanggulangan bencana. Sebagai subyek masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan non-formal, sehingga upaya penanggulangan bencana secara langsung dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan rencana ini. Paradigma yang berkembang bahwa penanganan bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata tetapi menjadi unsur bersama masyarakat.

Mitigasi vegatasi atau melakukan penghijauan khususnya menanam bakau (mangrove) di daerah gundul menjadi satu dari berbagai solusi yang bisa dilakukan. Mangrove bisa mengurai gelombang pasang termasuk penahan tsunami yang efektif.

Program atau Kegiatan Fasilitasi Penguatan Ketangguhan Masyarakat bermaksud untuk meningkatkan kapasitas masyarakat secara inklusif di desa/kelurahan rawan tsunami dan gempa bumi yang memiliki tingkat risiko tsunami sedang dan tinggi. Mengapa program harus dimulai dari desa/kelurahan? Karena perlu diingat bahwa wilayah paling beresiko tsunami adalah desa-desa atau kelurahan-kelurahan yang terletak di dekat bibit pantai atau di sebut desa kelurahan pesisir. Tsunami menjadi ancaman paling mematikan karena dalam sekali bencana jenis ini terjadi, ada ribuan bahkan jutaan nyawa terancam dan hilang.

Kegiatan Fasilitasi Penguatan Ketangguhan Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana, khususnya bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satunya adalah melalui program Desa Tangguh Bencana (Destana) yang penerima manfaatnya adalah :

  1. Pemerintah Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terkait dengan kebencanaan
  2. Kalangan Kampus/Perguruan Tinggi dan Para Peneliti
  3. Pemerintah Desa/Lokasi Sasaran
  4. Para Pengusaha Lokal maupun Nasional yang menjalankan kegiatan unit-unit bisnisnya di Provinsi, Kota/Kabupaten maupun Desa/lokasi sasaran
  5. Masyarakat yang tergolong kedalam kelompok rentan seperti para lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas, bayi, BALITA dan kelompok anak-anak
  6. Kelompok Organisasi Penanggulangan Bencana yang ada di Provinsi, Kota/Kabupaten maupun Desa/lokasi sasaran

Program atau Kegiatan Fasilitasi Penguatan Ketangguhan Masyarakat yang kini menjadi program andalan Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) RI bernama Desa Tangguh Bencana (Destana). Program ini menjadi proyek kemanusiaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat sungguh sangat cocok diterapkan di Indonesia sebagai negara yang pluralis dan terkenal dengan budaya gotong royongnya.

Dalam pelaksanaan program kebencanaan  pastinya melibatkan relawan yang berasal dari wilayah tersebut. Destana pun membutuhkan dan otomatis akan menghadirkan tenaga-tenaga atau Sumber Daya Manusia (SDM) berpengalaman dalam kebencanaan dari kalangan masyarakat itu sendiri. Sungguh brilian ketika program Destana ternyata akan melahirkan fasilitator dari tingkat provinsi, fasilitator kabupaten/kota dan fasilitator desa/kelurahan yang tentunya harus berasal dari daerah itu sendiri dan akan dilatih dengan  menggunakan modul-modul terkait desa tangguh bencana (Destana) yang sudah diformulasikan oleh BNPB RI.

Dalam realisasinya secara tidak langsung program ini membuat masyarakat terlibat langsung dalam upaya pengurangan risiko bencana yang artinya masyarakat berperan penuh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Misalnya dalam pencegahan bencana berbentuk kegiatan mitigasi vegetasi berupa penanaman mangrove di daerah pantai yang gundul maka siapapun atau pihak manapun yang melaksanakannya, pastinya masyarakat desa/kelurahan di daerah tersebut yang harus menjaga/ merawat hasil dari penghijauan tersebut. Itulah mengapa dalam rekrutmen SDM Destana perlu ketegasan dan komitmen bahwa tenaga relawan yang ‘difasilitasi negara’ tersebut harus berasal dari provinsi, kabupaten dan desa itu sendiri.

Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Destana pada tahun 2023 oleh BNPB RI rekrutmen SDM yang disebut fasilitator menjadi karangka acuan:

  1. Rekrutmen Fasilitator desa / kelurahan mengacu pada Panduan Rekrutmen Fasilitator Desa / Kelurahan yang sudah ada di BNPB. Fasilitator Desa/Kelurahan disetiap desa / kelurahan terdiri dari 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Pelatihan Fasilitator Pendamping Desa/Kelurahan. Fasilitator Kabupaten / Kota yang telah mendapatkan pembekalan ditingkat regional akan melatih Fasilitator Pendamping Desa / Kelurahan yang akan mendampingi dan memfasilitasi masyarakat desa / kelurahan untuk menghasilkan output yang diharapkan. Kegiatan pelatihan akan dilaksanakan selama 9 (sembilan) hari di masing-masing kabupaten/kota dan didampingi oleh Fasilitator nasional dan Fasilitator Kabupaten. Fasilitator Pendamping desa/kelurahan akan dilatih dengan menggunakan modul-modul terkait desa tangguh bencana yang sudah ada di BNPB.
  2. Pelatihan Fasilitator Pendamping Desa/Kelurahan. Fasilitator Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan pembekalan ditingkat regional akan melatih Fasilitator Pendamping Desa/Kelurahan yang akan mendampingi dan memfasilitasi masyarakat desa/kelurahan untuk menghasilkan output yang diharapkan. Kegiatan pelatihan akan dilaksanakan selama 9 (sembilan) hari di masing-masing kabupaten/kota dan didampingi oleh Fasilitator nasional. Fasilitator Pendamping desa/kelurahan akan dilatih dengan menggunakan modul-modul terkait desa tangguh bencana yang sudah ada di BNPB.

BNPB RI berhasil menjadikan Destana sebagai program unggulan yang mengerakan semua lapisan masyarakat secara efektif dan efisien. Bahkan dalam pengganggarannya bisa ditekan dan jauh dari angka rupiah jika dibandingkan dengan dana yang telah dikeluarkan saat penanggulangan bencana hingga pasca bencana dibeberapa daerah yang pernah terjadi di Indonesia.

Demikianlah Destana menjadi program penting dan mendesak yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia karena menyadari Indonesia sebagai negara yang rawan berbagai bencana alam terutama jenis gempa bumi dan tsunami.

Jika bencana itu terjadi maka dalam proses penanggulangan dan pasca bencana dibutuhkan anggaran yang sangat besar dalam mencapai pemulihan. Apalagi persoalan nyawa yang tidak mungkin dihidupkan kembali seberapapun angka mata uang yang dimiliki. Artinya, pengurangan risiko bencana melalui program Destana menjadi sebuah program yang sempurna dan tepat sasaran bagi keberlangsungan sebuah negara menuju negara yang kuat, maju dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakatnya. (*)

CATEGORIES
Share This