
Transisi Komunikasi Publik Menuju Endemi Covid-19
Oleh : Marroli J. Indarto, Pranata Humas Madya Kominfo
PEMERINTAH menyatakan situasi pendemi Covid-19 di Indonesia mulai stabil sejak Maret 2022. Angka tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) nasional untuk kasus Covid-19 juga stabil di angka lima persen.
Sebuah kabar gembira setelah lebih dari dua tahun lamanya hidup dalam kecemasan akibat keganasan virus ini. Jika kasus Covid-19 telah melandai, apakah ini petanda Indonesia sudah memasuki masa endemi?
Tren penurunan kasus Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia. Jerman dan Italia sudah mengalami penurunan kasus COVID-19 selama dua bulan sejak puncak kasus terakhir. Amerika Serikat, Kanada, dan India kasusnya cenderung stabil setelah awal tahun.
Dan Inggris sempat mengalami kenaikan kasus pada Maret 2022 namun terus cenderung menurun. Sedangkan negara tetangga Malaysia, mengalami penurunan kasus sudah enam bulan sejak puncak kasus terakhir.
COVID-19 bukanlah penyakit global pertama kali yang dihadapi Indonesia. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 2003 pemerintah Indonesia juga pernah berhadapan dengan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome atau SARS, flu burung, ataupun H1N1.
Jika kita tarik lagi ke jaman penjajahan, Indonesia pernah menghadapi wabah penyakit pada 1900-an, yaitu Flu Spanyol. Sejarah juga telah membuktikan, akan ada saatnya penyakit tersebut hilang dan keadaan pun kembali normal seperti sedia kala. Namun sebelum memasuki masa itu, ada masa yang disebut dengan endemi.
Mengutip dari website Kemenkopmk, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, apabila Covid-19 menjadi endemi, maka penanganannya akan menjadi seperti penyakit biasa.
“Namanya endemi itu penyakitnya masih ada tapi sudah tidak lagi mewabah. Karena itu akan diperlakukan seperti penyakit infeksius lain seperti TB, pokoknya penyakit yang berkaitan dengan bakteri, virus, dan jamur yang biasa menjadi infeksi,” ujarnya di Malang, Sabtu (21/5).
Termasuk skema pembiayaan dan pengobatan pasien Covid-19 akan mengalami perubahan. Pembiayaan perawatan pasien Covid-19, yang selama ini ditanggung langsung oleh pemerintah akan dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Jika sudah memasuki masa endemi, apakah protokol kesehatan tetap harus dilakukan? Jawabannya adalah ya!. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa terdapat beberapa pertimbangan dalam memutuskan transisi pandemi menuju endemi, salah satunya adalah kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Oleh karena itulah, kesiapan Indonesia dalam mengakhiri pandemi dan memulai transisi ke endemi perlu dukungan kuat yaitu kesadaran masyarakat, selain kesiapan pemerintah daerah. Masyarakat dalam hal ini dapat berperan dalam cakupan vaksinasi COVID-19, khususnya dosis ketiga yang angkanya masih rendah. Fakta menunjukan ketika pemerintah memutuskan pengaturan wajib booster, yang dikeluarkan 26 Agustus 2022, ternyata belum mampu menaikkan cakupan vaksinasi booster secara signifikan.
Hal ini ditandai dari kenaikan cakupan yang kurang dari satu persen. Masyarakat juga dapat berkontribusi mengakhiri pandemi dengan cara menjaga imunitas dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS;
Hal yang tidak kalah penting, keputusan untuk melakukan transisi dari pandemi menjadi endemi tidak dapat diputuskan oleh suatu negara dan harus dikoordinasikan dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Direktur Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Michael Ryan menyatakan untuk menjadi status endemi Covid-19 masih jauh.
Sebab, virus corona masih dapat memicu wabah besar di seluruh dunia. Namun begitu, pada 14 September lalu WHO memperbarui pedoman penanganan Covid-19 yang menyoroti lima pilar terintegrasi, yang dapat menjadi fokus setiap negara dalam upaya mengakhiri pandemi Covid-19.
Salah satu pilar yaitu surveilans, menjadi kunci untuk mengidentifikasi kasus sejak dini dan mencegah terjadinya penyebaran yang lebih luas. Untuk Indonesia, kunci pelaksanaan surveilans ada di tingkat terkecil, yaitu RT/ RW yang didukung oleh petugas puskesmas di tingkat kelurahan. Agar pilar ini dapat terlaksana dengan baik, maka dukungan warga diperlukan setidaknya memberikan informasi yang benar apabila petugas melakukan penelusuran kontak.
Selain itu, diperlukan juga pencerdasan kesehatan masyarakat oleh para pakar. Dalam hal ini pakar berperan penting untuk membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap Covid-19. Pilar penting lainnya, yaitu koordinasi kesiapsiagaan Covid-19 yang merupakan kolaborasi pentahelix, lima unsur yaitu pemerintah, media, swasta, akademi, serta masyarakat.
Transisi endemi akan sukses bila masyarakat teryakinkan
Menilik pada teori tahapan perubahan perilaku, komunikasi publik pandemi sudah dalam tahap mempertahankan atau maintenance. Tahap ini memerlukan peningkatan kegiatan rutin masyarakat dengan target kebiasaan baik terkait pencegahan pandemi agar tidak kembali seperti dahulu. Mengutip Prochaska and DiClemente (1984, 1992), masyarakat dapat diingatkan untuk dapat menduplikasi perilaku yang ada dengan mengkomunikasikan pengalaman yang sudah terjadi untuk mengubah perilakunya.
Sedangkan pada teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Bandura (1986) dikatakan bahwa perubahan perilaku kesehatan, yang direpresentasikan oleh perilaku individu, dapat terjadi dengan melakukan modifikasi faktor personal dan lingkungan.
Merujuk pada hal ini, maka strategi komunikasi yang dapat dilakukan adalah pertama, desain informasi yang disampaikan berisikan pengetahuan yang edukatif dan sesuai dengan target masyarakat. Pemerintah harus dapat mengomunikasikan faktor resiko ketika sudah memasuki pandemi dan potensi dampak sehingga bersama bisa mengurangi ketidakpastian informasi.
Hal ini misalnya tentang bagaimana status pemakaian masker atau tentang bagaimana kelanjutan vaksinasi yang merupakan bagian dari penyelesaian pandemi Covid-19 secara nasional.
Selain pemahaman dan peningkatan kemampuan teknis yang baik, keyakinan diri atau self efikasi bagi masyarakat juga harus didorong. Kemampuan mengorganisir diri dalam bertindak atas ancaman, yang berpotensi terjadi setelah endemi, adalah salah satu kemampuan yang harus diinisiasi dengan baik oleh pemangku kepentingan.
Hal penting lainya adalah penyediaan konten informasi yang mampu memenuhi ekspetasi dan dapat dilakukan dengan baik oleh masyarakat. Artinya, penerapan protokol kesehatan, minimal memakai masker dan tetap melakukan vaksinasi, adalah prasyarat minimum dipenuhi oleh masyarakat.(***)