Sulawesi Utara ‘The Rising Star’ Pariwisata Indonesia, Siapa Menuai?
Negeri Nyiur Melambai Sulawesi Utara, telah menjadi ‘The Rising Star’ Pariwisata sejak event World Ocean Conference (WOC) yang mempertemukan 48 negara dan menghasilkan Manado Ocean Declaration, CTI Summit yang dihadiri oleh 6 presiden, serta Sail Bunaken 2009. Hingga kemudian April 2019, Kementerian Pariwisata RI menobatkan Provinsi Sulawesi Utara sebagai ’The Rising Destination Of The Year 2019’ karena mampu mendorong pertumbuhan kinerja pariwisatanya hingga 600 persen dalam empat tahun terakhir.
Hampir tujuh tahun pariwisata Sulut seperti mati suri, hingga muncul figur Gubernur Olly Dondokambey yang kemudian mampu mencairkan stagnasi dengan sejumlah terobosan baru. Perkembangan pariwisata dinilai sulit meningkat karena lemahnya koordinasi di antara para pemangku kebijakan dan akhirnya tangan dingin OD berhasil menyakinkan Presiden Jokowi yang kemudian beliau ‘jatuh cinta’ dengan pesona pariwisata Sulut yang telah lama menunggu uluran tangan pemerintah pusat.
Menurut Presiden Jokowi, Provinsi Sulawesi Utara merupakan ‘The Rising Star’ dalam sektor pariwisata Indonesia. ‘’Selama dua hari kemarin saya berkunjung ke Sulawesi Utara, provinsi yang pariwisatanya sedang menggeliat. Empat tahun terakhir, kunjungan wisatawan ke daerah itu meningkat hingga 600 persen. Sulawesi Utara tidak hanya punya Taman Nasional Bunaken di Teluk Manado, tapi juga Pulau Lembeh. Pulau ini punya pesona keindahan pantai, resort, juga lokasi penyelaman di lautnya. Masih banyak lagi potensi pariwisata yang dimiliki daerah ini, termasuk keindahan tanjung Pulisan ’ kata Jokowo saat berkunjung ke Manado awal Juli 2019.
Sasaran Jokowi datang berkali-kali ke Manado telah dibutikannya dengan menetapkan 5 destinasi super prioritas untuk pengembangan pariwisata yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Proses pengembangan intrastruktur yang untuk ke lima destinasi ini ditargetkan selesai pada tahun 2020. KEK Likupang telah menjadi hadiah Jokowi untuk warga Sulawesi Utara.
KEK Likupang yang Menjanjikan
Gubernur Sulut Olly Dondokambey SE mengatakan posisi Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang pasifik sangat menunjang pertumbuhan sektor pariwisata. Pengembangan KEK Likupang di atas lahan seluas 396 hektar diprediksi akan mampu mendorong kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 162 ribu orang pada 2025.
‘’Jumlah ini bisa berkontribusi sekitar 16% dari target yang kami tetapkan yakni 1 juta wisatawan mancanegara pada 2025. Selain itu, KEK Likupang diprediksi mampu memberikan kontribusi devisa sebesar Rp 22,5 triliun pada 2030,’’ kata Gubernur Olly saat Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata III Tahun 2019 di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Rabu (11/09/2019).
Rencananya, KEK Likupang akan dikembangkan dalam tiga tahap. Untuk tahap pertama, pembangunan infrastuktur seluas 92,89 hektare dalam waktu tiga tahun ( 2020- 2023). Iinvestor Maestro & Partners akan membangun Luxury Resort senilai Rp 357 miliar, Sejuta Rasa Carpedia akan membangun Beach Club senilai Rp 307 miliar, Dune World akan membangun Luxury Dive Resort senilai Rp 50 miliar, dan Artha Prakarana akan membangun Nomadic Resort senilai Rp 36 miliar.
‘’ Pariwisata yang berkelanjutan bisa kita nikmati jika dapat memenuhi sejumlah syarat, yaitu people atau peningkatan sdm, potensi wisata harus disiapkan, partnership atau kemampuan menggalang segala relasi dan place atau Sulut sebagai tempat yang tolerannya tinggi sehingga menarik orang berkunjung. Pariwisata maju, rakyat dan daerah harus ikut menikmati dampaknya. Kita harus melakukan lompatan besar jauh kedepan. Melakukan itu semua harus bersama,” jelas Olly.
Sejumlah proyek infrastruktur strategis lainnya yang dikerjakan di Sulut yaitu perluasan Bandara Internasional Sam Ratulangi, jalur kereta api Manado-Bitung, jalan tol Manado-Bitung, Manado Outer Ring Road III dan TPA Regional. ‘’ Dalam waktu dekat terkait KEK Likupang , segera ‘disulap’ infrastruktur pelabuhannya,’’tambahnya
Pemerintah pusat menganggarkan Rp 100 miliar untuk pembenahan infrastruktur pelabuhan di sekitar kawasan Likupang. Selain itu, nantinya di KEK Likupang akan dikembangkan resort, akomodasi, fasilitas hiburan dan MICE. Di luar area KEK, akan dikembangkan pula Wallace Conservation Center dan Yacht Marina. Seiring investasi tersebut, jumlah tenaga kerja terserap diperkirakan mencapai 65.300 orang.
Menanti Dampaknya untuk Kesejahteraan Warga
Sekertaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Jurusan Pariwisata seluruh Politeknik se-Indonesia, Oktavianus Lintong mengakui saat ini memang pariwisata Sulut meningkat, jika dilihat dari aspek jumlah kunjungan yang melonjak, bahkan Menpar RI nyatakan sampai 600 persen.
‘’ Saya bukan pakar ekonomi, jadi tidak bisa memberikan hasil analisis secara kuantitatif. Namun secara empiris, saya mengamati, merasakan, dan mencermati, ada perubahan signifikan akibat lonjakan jumlah wisatawan tersebut,’’kata Lintong.
Menurut Ketua Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Manado ini, sejumlah destinasi wisata di Manado dan sekitarnya, mulai padat dengan wisatawan. Contohnya di spot penyelaman perairan Bunaken banyak turis beraktivitas, sebagian besar turis Tiongkok.
‘’Jalan-jalan di Manado dan sekitarnya mulai terbiasa dengan hadirnya bus-bus pariwisata yang besar dan mewah, mengangkut rombongan turis yang melakukan highland tour atau city tour. Operator jasa pariwisata mulai membiasakan diri merencanakan tour handling lebih awal dan matang, misalnya booking kamar hotel lebih awal atau pesanan bus pariwisata lebih cepat, karena sangat terasa banyaknya event dan kelompok tour yang datang berkunjung ke Manado, akibatnya kamar full dan bus terpakai,’’papar Lintong.
Dengan demikian, Lintong berpendapat, perkembangan pariwisata Sulut saat ini pasti memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi, seperti destinasi wisata yang banyak pengunjung, bisnis jasa pariwisata yang berkembang, setidaknya pendapatan pemerintah meningkat (dari restribusi, pajak, dan hal terkait lainnya), pendapatan para pelaku bisnis pariwisata juga meningkat (pengusaha hotel, tour & travel, restoran, pengelola objek wisata), termasuk karyawan dan pekarya wisata di tempat tersebut seharusnya meningkat pendapatan dan kesejahteraannya.’‘Saya melihat seperti itu dengan logika sederhana saja,’’katanya.
Namun secara empiris, Dosen Pariwisata Politeknik Manado ini belum melihat, merasakan, dan mencermati, ada satu komunitas masyarakat, baik di pedesaan ataupun perkotaan, yang secara signifikan berubah kehidupan perekonomiannya karena booming wisatawan di Sulut.
‘’Misalnya ada kelurahan/desa di Sulut yang kondisi lingkungan dan infrastrukturnya jadi lebih teratur karena dibangun dari hasil pendapatan sebagai destinasi wisata/ desa wisata, atau pendapatan perkapita masyarakat meningkat karena terlibat langsung dalam giat kepariwisataan,’’jelas Lintong.
Infrastruktur harus segera dibenahi, setidaknya untuk memenuhi unsur amenitas dan aksesibilitas. Jalan menuju ke destinasi diperbaiki, fasilitas di objek wisata seperti penunjuk arah sampai toilet, harus disediakan dan memenuhi standar pelayanan minimal.
Tapi yang lebih penting dari itu ialah infrastruktur seperti regulasi dan kebijakan. ‘’Saya berpendapat arah kebijakan terhadap kepariwisataan di Sulut masih bersifat sporadis dan parsial. Keberhasilan pembangunan kepariwisataan seolah-olah hanya dilihat dari jumlah kunjungan. Pandangan yang umum ialah semakin tinggi angka kunjungan wisatawan, berarti semakin berhasil pembangunan kepariwisataan,” jelasnya.
Padahal kepariwisataan lebih jauh dari itu. Secara kewilayahan, kepariwisataan semestinya menumbuhkan sinergitas, integrasi, dan pertumbuhan secara bersama-sama. “Karena itu perlu kebijakan, strategi, dan program pariwisata yang integrative antar kabupaten/kota di Sulut. Masing-masing wilayah menonjolkan karekteristik, apakah itu budaya, kerajinan, sejarah, atau modernitas,’’ujarnya.
Hal senada dikatakan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata (Stiepar) Manado Drevy Malalantang bahwa pengembangan SDM yang memiliki ketrampilan khusus di bidang pariwisata masih harus terus di genjot .
‘’Sinkronisasi antara sektor prioritas ini menjadi urgensi terutama intervensi dan stimulus pemerintah untuk fasilitas, trainer bagi lembaga pendidikan existing dalam rangka mendukung dan mendorong pengembagan SDM untuk tujuan percepatan kualitas dan kuantitas SDM. Aspek keilmuan pariwisata prinsipnya dapat mengimbangi namun perlu aspek pendukung terkait teknologi informasi dan tourism e-commerce, menghadapi era 4.0 yang membutuhkan dukungan Harware dan software pendukung serta bainwarenya,’’ ujar Drevy.
Menurutnya masih perlu sosialisasi dan kampanye ‘Rising Star Pariwisata’, agar ini tidak menjadi brand dan eforia yang di kalangan government, businnes media saja, entitas/warga masyarakat, komunitas, lingkungan pendidikan sangat penting untuk mendukung dari aspek sapta pesona dan sadar wisata secara kongkrit dan konsisten.
‘’Tetapi peran serta masyarakat harus dilibatkan sehingga Sulawesi Utara ‘The Rising Star’ Pariwisata Indonesia akan menjadi isue dan tren yang benar didukung oleh semua lapisan masyarakat. Sehingga masyarakat juga akan menuai dan merasakan sediri dampak dari kondisi yang beruntung ini,’katanya.
Dijelaskan Drevy, tahun 2018 Pertumbuhan Ekonomi Sulut Tumbuh 6,01 Persen, Angka ini lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional 5,17 persen. Hal ini tercermin dari besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Utara tahun 2018 yang berada di angka Rp 84,25 triliun. (BPS) pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun lalu didorong oleh pertumbuhan seluruh lapangan usaha.
Pertumbuhan tertinggi dicapai sektor jasa lainnya, kesehatan dan kegiatan sosial dan belanja perusahaan. Jasa lainnya ini meliputi sektor pariwisata yang tumbuh 11,84 persen. Sedangkan jasa kesehatan dan perusahaan masing-masing tumbuh 10,57 persen dan 9, 04 persen.
Jasa pariwisata dinilai menjadi salah satu kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut di 3 tahun terakhir oleh karena, berbagai amenitas yakni fasilitas pendukung pariwisata seperti pertumbuhan industri perhotelan, restoran dan fasilitas lainnya sebagai pendukung kepariwisataan tumbuh dengan pesat di Sulut .
‘’Infrastuktur dalam rangka pengelolaan sampah harus menjadi perhatian khusus, juga membangun kesadaran masyarakat akan kebiasaan dan budaya bersih sebagai aspek sapta pesona menjadi penting,’’ujarnya sambil menambahkan perlunya pemerataan jaringan komunikasi terutama daerah pesisir/kepulauan yang memiliki potensi pariwiasata.
Siapa Menuai?
Sementara itu, Dr Agus Tony Poputra, SE. MM. MA. Ak mengingatkan pariwisata merupakan sektor yang memberikan efek luas bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi apabila dikelola baik dengan dampak lingkungan relatif rendah dibandingkan dengan tambang yang hanya dinikmati segelintir orang dan merusak alam.
Menurut Agus, ke depan perlu dioptimalkan kerjasama lintas Pemda di Sulut untuk membenahi objek wisata, merevitalisasi budaya sehingga memiliki nilai jual serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyiapkan cendera mata.
‘’Upaya mendatangkan wisatawan mancanegara terutama dari Cina perlu diapresiasi, namun dampak ekonomi bagi Sulut belum terlalu besar. Ini disebabkan dunia usaha, Pemda, dan masyarakat di Sulut belum mampu memanfaatkan momentum ini secara memadai sehingga hasilnya dinikmati pengusaha dan masyarakat dari luar Sulut,’’kata Agus Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unsrat Manado yang kini diperbantukan di Kabupaten Sitaro sebagai Kepala Bappeda.
Seperti diketahui bahwa Pemda Bali beberapa bulan terakhir enggan menerima turis dari Cina karena agennya sudah mengatur supaya sebagaian besar uang mereka kembali ke ‘Negeri Tirai Bambu’ tersebut. Mulai dari jasa turis, rumah makan, hotel, termasuk pembayaran dengan aplikasi Alipay dan WeChat Pay.
Terkait pembayaran dengan aplikasi Alipay dan WeChat Pay, Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Arbonas Hutabarat membenarkan, transaksi elektronik dalam mata uang Yuan ini tidak diproses oleh bank di dalam negeri. ‘’Kode QR Alipay dan WeChat Pay langsung tersambung pada server di China sehingga tidak ada proses konversi ke rupiah. Akibatnya, Indonesia tidak mendapat devisa dari transaksi itu,’’ kata Arbonas.
Solusinya, ditambahakan Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Perwakilan BI Sulut, Eko Adi Irianto bahwa BI sementara mempersiapkan standar QR Code Indonesian Standard untuk sistem pembayaran yng dikembangkan BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Implementasi QRIS secara nasional akan dimulai 1 Januari 2020.
“Sebelum siap diluncurkan, spesifikasi teknis standar QR Code dan interkoneksinya telah melewati uji coba (piloting) pada tahap pertama bulan September hingga November 2018 dan tahap kedua pada bulan April hingga Mei 2019,”kata Eko saat menggelar Media Briefing beberapa waktu lalu. (Jeane Rondonuwu)