Sizzy Matindas Batik, Kain ‘Hidup’ yang Bercerita
Keindahan surga Taman Laut Bunaken yang dituangkan dalam lembaran batik sifon sutera seperti ‘hidup’, begitu menggoda dan memanjakan mata. Pesona terumbu karang beraneka warna dan ratusan species ikan cantik serta biota laut yang unik, membuktikan keanekaragaman hayati (biodiversitas) laut terbaik dan lengkap di dunia, berhasil diceritakan dengan detail oleh desainer Batik Sizzy Natalie Matindas dalam sebuah karya ‘Batik Bercerita’.
Berbekal sekolah desainer interior Trisakti, Tahun 2014 Sizzy melakukan riset awal tentang ragam batik di Indonesia. Baginya untuk sejumlah daerah yang sudah terkenal dengan produk Batik seperti Solo, Jogyakarta, Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Bengkulu dan Palembang tentu sudah tidak sulit untuk menghasilkan sebuah batik. Namun untuk daerah yang masih sementara mengembangkan bisnis Batik tentu awalnya harus memiliki seorang desainer.
‘’Desainer batik Jawa tidak dapat menyelami suasana kebatinan yang tertuang dalam gambar batik Minahasa, hasilnya pasti akan terlihat sepintas seperti Batik Jawa . Nah karena saya seorang desainer, akhirnya saya mulai memberanikan diri untuk menuangkan beberapa ide dalam motif batik,’’kata Sizzy yang awalnya tarik dengan Batik ketika ia banyak menghadiri perhelatan fashion show.
Menggambar pola Batik, tidak seperti membuat gambar tiga dimensi atau membuat lukisan. Meski sepintas terkesan sangat sederhana sebenarnya menghasilkan selembar kain Batik tidaklah semudah yang dibayangkan . Proses mendesain motifnya saja bisa memakan waktu hingga berhari-hari atau berbulan-bulan, tergantung kesulitan motif yang ingin dibuat dan tidak semua orang bisa berhasil melakukannya.
“Motif batik merupakan perpaduan antara garis, bentuk dan isen yang membentuk satu kesatuan. Untuk menghasilkan tampilan yang unik dan menarik, sebuah motif Batik biasanya selalu dibuat pada bidang tertentu seperti segitiga, segiempat atau lingkaran dengan tampilan ragam hias yang menarik dan bervariasi, bisa berupa motif hewan, tumbuhan, manusia, bentuk geometris dan berbagai bentuk lain ,’’jelasnya.
Ide Awal, Lagu ‘Miara Si Luri’
Minahasa, Sulawes Utara memiliki warisan budaya leluhur sebagai kearifan lokal yang bernilai tinggi. Warisan budaya tersebut, salah satunya teruang dalam lagu. Sebagai Wewene (sebutan perempuan suku Minahasa) asli Kakas,Kabupaten Minahasa, kelahiran Manado 2 November 1974, diawal mendesain Batik, Sizzy tertarik menghadirkan sebuah desain paripurna yang menceritakan kisah melegenda yang tertuang dalam lagu daerah ‘Miara Si Luri’.
Lagu ini mengisahkan bagaimana memelihara burung Nuri dengan baik agar dia betah tinggal bersama sang pemilik burung tersebut. Sebaliknya, jika sang pemilik tidak menghiraukan dia, maka si Nuri pun akan terbang.
Dalam lirik lagu ini terbersit penggunaan bahasa kiasan, yakni metafora dan alegori. Luri kiasan dari seorang istri yang harus diperlakukan dengan baik oleh sang suami agar dia bisa bertahan hidup bersama.
Masyarakat Minahasa memperlakukan perempuan dengan sangat hormat sehingga dia tidak boleh disakiti. Kehadirannya dalam keluarga sangat penting. Jika tidak diperlakukan dengan sebaik-baiknya, maka dia pun akan dengan mudah meninggalkan dan pulang kerumah orang tuanya. Sebuah penegasan bagaimana seorang pria harus dengan matang mempersiapkan diri, baik secara material maupun spiritual untuk berencana memiliki seorang istri.
‘’ Saya sangat puas, karya Batik Bercerita ‘Miara si Luri’ sangat disukai penikmat Batik Sulawesi Utara, apalagi mereka yang sudah tinggal di luar negeri. Dan ini menjadi semangat bagi saya untuk terus berkarya hingga saat ini,’’ cerita istri tercinta Richard Rotty dengan bersemangat kepada Sulutdaily.com.
Selain, Miara Si Luri, Sizzy juga telah membuat Batik Bercerita tentang, Tarian Kabasaran, Tarian Maengket dalam tiga babak, Cerita keindahan bawah laut Bunaken, Tari Kabela, Cerita Kota Tomohon, Cerita Kota Bitung, Cerita Topeng Wolay tradisi warga Poopo Minsel.
Motif yang telah dituangkan dalam ragam hias yakni, motif Manguni, Daun Gedi, Phinus, Perahu Bininta, Daun dan Biji Kopi, Cingkeh, Kopra, Rumah Minahasa, Bendi, Pala dan Biji Pala, Musk Bambu, Bulu Nasi Jaha, , Tarsius , Anggrek Bulan, Bia Bia dan Nyiur Melambai.
Bahkan Sizzy dengan rasa optimis membuat motif Batik not balok lagu “We Are the Champions”, lagu yang ditulis vokalis British rock band Queen Freddie Mercury dan dirilis tahun 1977. Kemudian menjadi lagu kemenangan di acara olahraga termasuk sebagai lagu tema resmi Piala Dunia FIFA 1994 dan sering dirujuk dalam budaya populer.
‘’ Motif ini paling sulit tapi akhirnya bisa terselesaikan,’’kata desainer Batik yang pernah dipercayakan Neslee Indonesia untuk membuat sovernir esklusifnya.
Mulai Diminati Kaum Milenial
Karya Sizzy Matindas Batik tak hanya digandrungi para ibu-ibu dan bapak-bapak paruh baya, tetapi dua bulan terakhir ini mulai menyentuh kaum milenial. ‘’ Setelah diproduksi dengan berbagai warna seperti hitam putih, pink dan warna kalem banyak kaum remaja mulai suka. Bahkan mereka mulai memesan untuk kain kebaya acara penamatan sekolah,’’ kata Sizzy.
Sebagai Desainer Batik, Sizzy memiliki kepedulian untuk memperkenalkan Batik kepada generasi milenial. ‘’Banyak anak muda yang malu menggunakan Batik karena mungkin belum menemukan yang sesuai selera. Saya berharap anak muda Sulawesi Utara akan semakin mencintai Batik dan memahami cerita dan ragam hias dibalik Batik tersebut,’’harapnya.
Sizzy juga mengakui dirinya tak hanya membuat Batik untuk Sulawesi Utara. ‘Tahun 2017 lalu, saya dipercayakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara untuk membuat Batik motif Terumbu Karang dan Tari Lariangi. Bahkan dalam waktu dekat ini ada beberapa daerah yang sedang proses lobby,’’ujarnya.
Di era industri kreatif, menjadi terdepan dalam persaingan bisnis membutuhkan kreativitas yang tidak lapuk oleh waktu. Bergerak dinamis bersamaan dengan kebutuhan zaman yang terus berkembang.
‘’ Sejak terjun kedalam bisnis Batik tahun 2014, sudah ada ratusan desain Batik yang saya buat, setiap bulan ada yang desain baru dengan ide yang telah dilengkapi dengan riset yang matang,’’kata Sizzy optimis mampu menantisipasi dan merasa tidak ragu jika ada karyanya ditiru orang. ‘’ Saya berkeyakinan dalam berbisnis memang banyak tantangan, tetapi Tuhan pasti bukakan jalan,’’ katanya dengan yakin.
Karena Sizzy Matindas Batik lebih banyak dikenal di luar negeri dan Jakarta, Sejak 2019 ibu tercinta Wiliam Rotty kini fokus membuka galerinya di Jl. Diponegoro No.107, Manado samping Gereja Advent, meski sebelumnya telah membuka sebuah galery batik di Taas, Tikala untuk memasarkan sekaligus memamerkan hasil karyanya.
‘’ Saya kini fokus di Galery di Jl Diponegoro, yang di Taas sudah tidak lagi dan untuk luar daerah sa ya jualan online. Rencananya galery ini akan dinamakan Rumah Sizzy karena nantinya Rumah Sizzy ini tak hanya menjual Batik Sizzy Matindas tetapi Batik lain juga,’’tutupnya dan menginformasikan Sizzy Matindas Batik dijual dimulai dengan harga Rp 125.000 hingga Rp 7,5 juta dan desain edisi spesial harganya bisa mencapai Rp 12,5 juta. (Jeane R)