Rekapitulasi, Keberatan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Pemilu

Rekapitulasi, Keberatan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Pemilu

Oleh: Meidy Yafeth Tinangon (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sulut)

REKAPITULASI menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga pengertian: 1) ringkasan; ikhtisar; 2) ringkasan isi atau ikhtisar pada akhir laporan atau akhir hitungan; 3) pembuatan rincian data yang bercampur aduk menurut kelompok utama.

Hiruk pikuk tahapan Pemilu saat ini, berada dalam tahapan rekapitulasi hasil perolehan suara yang akan mencapai puncaknya paling lambat 22 Mei 2019 ketika KPU RI menetapkan hasil puncak rekapitulasi berjenjang yaitu hasil rekapitulasi tingkat nasional dan Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional.

Regulasi teknis rekapitulasi yaitu Peraturan KPU nomor 4 tahun 2019 pasal 1 angka 24 memberikan batasan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara sebagai sebuah proses penjumlahan hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik dan calon anggota DPR untuk Pemilu anggota DPR, calon perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, Partai Politik dan calon anggota DPRD Provinsi untuk Pemilu anggota DPRD Provinsi, dan Partai Politik dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota, yang dilakukan oleh PPK, PPLN, KPU/KIP Kabupaten/Kota, KPU Provinsi/KIP Aceh, dan KPU.

Dalam pelaksanaan Pemilu yang memegang teguh azas jurdil, maka sistem selalu memberi kesempatan kepada peserta Pemilu “naik banding” terhadap hasil perolehan suara apabila terdapat dugaan pelanggaran (fraud) atau kesalahan (error). Kesempatan awal untuk bisa mempersoalkan hasil adalah saat pelaksanaan rekapitulasi mulai tingkat kecamatan hingga nasional.

Penyelesaian Keberatan dalam Forum Pleno Rekapitulasi

Soal keberatan yang diajukan dalam forum rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil perolehan suara, yang bisa diselesaikan adalah terkait proses dan selisih rekapitulasi dijenjang di bawahnya yang belum diselesaikan. Hal tersebut diatur lanjut dalam Peraturan KPU nomor 4 Tahun 2019. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22, Pasal 52, Pasal 67 dan Pasal 81 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2019.

Ketentuan tersebut mengatur bahwa saksi dan / atau Bawaslu sesuai tingkatan dapat mengajukan keberatan terhadap prosedur atau selisih penghitungan perolehan suara apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika terdapat keberatan terkait selisih rekapitulasi yang dilakukan tingkatan di bawahnya, maka KPU wajib memberikan penjelasan atau melakukan pencocokan dokumen hasil rekapitulasi yang dipersoalkan. Jika benar terdapat kekeliruan maka wajib dilakukan koreksi terhadap dokumen dimaksud. Hasil koreksi dicatat dalam formulir DA2/DB2/DC2 sebagai kejadian khusus. Jika saksi masih keberatan maka keberatan dimaksud dicatat sebagai pernyataan keberatan saksi, yang bisa dibahas pada jenjang rekapitulasi di atasnya.

Penyelesaian Keberatan di Luar Forum Pleno Rekapitulasi

Selain mekanisme penyelesaian keberatan dalam forum Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 juga mengatur tentang mekanisme penyelesauan keberatan atau dugaan pelanggaran diluar forum rapat pleno yaitu melalui proses penanganan pelanggaran administrasi pemilu di Bawaslu.

Pasal 399, 403, dan 407 memberikan kewenangan khusus kepada Bawaslu untuk menerima, memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi.

Dengan ketentuan ini maka peserta pemilu yang menemukan atau menduga adanya pelanggaran dalam proses rekapitulasi atau yang keberatannya tidak dapat diselesaikan dalam forum rapat pleno, dapat mengajukan keberatan terkait pelanggaran rekapitulasi di semua jenjang.

Dalam prakteknya mekanisme penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi rekapitulasi diselesaikan oleh Bawaslu dalam mekanisme adjudikasi cepat. Dan putusan yang dikeluarkan wajib ditindaklanjuti oleh KPU dalam pelaksanaan rekapitulasi.

Kerangka Penegakkan Hukum Pemilu Lainnya

Mekanisme penanganan pelanggaran lainnya dalam rangka mewujudkan keadilan pemilu (fair election), diatur dalam UU nomor 7 Tahun 2017. Penanganan pelanggaran dilakukan sesuai dengan jenis atau kategorisasi sengketa atau pelanggaran.

Sengketa dalam kerangka penegakan hukum Pemilu terdiri dari 2 kategori: 1) Sengketa Proses yang ditangani Bawaslu terhadap keberatan atas keputusan KPU/KPU provinsi/ Kab / Kota. 2) Sengketa Hasil atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang ditangani Mahkamah Konsititusi.

Sementara itu terkait pelanggaran dan kewenangan penanganannya meliputi: 1) Pelanggaran Administrasi Pemilu oleh Bawaslu 2) Pelanggaran Pidana Pemilu ditangani oleh Bawaslu dan Gakumdu 3) Pelanggaran Kode Etik (KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten Kota) ke DKPP. Pelanggaran kode etik badan hoc diselesaikan KPU kabupaten/Kota.

Dengan demikian, untuk mewujudkan pemilu yang berkeadilan, regulasi telah menyediakan wadah wadah penyaluran keberatan, kecurigaan dan dugaan pelanggaran. Biarlah mekanisme penegakan hukum Pemilu menjadi tempat pencarian keadilan dan pembuktian terbukti tidaknya pelanggaran yang disangkakan.
Keadilan pemilu adalah keadilan berdasarkan hukum. (***)

CATEGORIES
TAGS
Share This