Philips Future Health Index 2022 : Pimpinan Layanan Kesehatan Indonesia Memiliki Pandangan Positif Tentang Dampak Analitik Prediktif

Philips Future Health Index 2022 : Pimpinan Layanan Kesehatan Indonesia Memiliki Pandangan Positif Tentang Dampak Analitik Prediktif

Laporan Philips Future Health Index 2022: Bangkit dari pandemi, kini sektor kesehatan di Indonesia memiliki fokus baru pada penggunaan teknologi inti, membuka kekuatan data dan analitik prediktif

  • Hampir setengah (47%) pemimpin layanan kesehatan di Indonesia berinvestasi dalam catatan kesehatan digital, 44% lainnya memprioritaskan pusat operasi klinis
  • Pemimpin layanan kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang analitik prediktif karena dapat memengaruhi pengalaman pasien (93%), hasil layanan kesehatan (90%), dan perawatan berbasis nilai (89%).
  • Investasi AI diperkirakan akan berlipat ganda 3 tahun dari sekarang, (82%, naik dari 38% sekarang)
  • Mengatasi kemampuan tenaga kerja, melanjutkan transformasi digital, dan mengatasi ketidaksetaraan layanan kesehatan serta memprioritaskan keberlanjutan akan menjadi prioritas utama para pemimpin layanan kesehatan pada tahun 2022 dan seterusnya

SULUTDAILY||Jakarta – Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin global dalam teknologi kesehatan, hari ini mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022: ‘Pengaturan ulang layanan kesehatan: Prioritas bergeser saat para pemimpin layanan kesehatan menavigasi perubahan dunia’. Laporan Future Health Index 2022 pada tahun ketujuh ini berdasarkan penelitian eksklusif dari hampir 3.000 responden di 15 negara, termasuk Indonesia, dan mengeksplorasi bagaimana para pemimpin layanan kesehatan memanfaatkan kekuatan data dan teknologi digital untuk mengatasi tantangan utama yang muncul di masa pandemi.

Pandemi terus menghadirkan tantangan dari segi sumber daya, sistem, serta penyediaan perawatan di setiap kesempatan dan di setiap negara di seluruh dunia. “Saat ini, seiring pemulihan pasca-pandemi, kami melihat para pimpinan layanan kesehatan mulai melakukan pengaturan ulang – memfokuskan kembali pada sejumlah prioritas baru dan yang sudah ada, mulai dari masalah kekurangan staf, memperluas pemberian perawatan, hingga memanfaatkan data besar serta analitik prediktif, saat mereka menavigasi realitas baru dalam manajemen medis,” kata Pim Preesman, President Director Philips Indonesia.

Menurut laporan, para pimpinan layanan kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang dampak analitik prediktif yang dapat memengaruhi berbagai aspek perawatan. Sebagian besar percaya bahwa teknologi dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pasien (93%), hasil kesehatan (90%), dan perawatan berbasis nilai (89%).

Namun, ada beberapa tantangan kesehatan terkait dengan ketimpangan dalam penyediaan layanan sebagai akibat dari perbedaan geografis dalam penerapan teknologi canggih[1]. Infrastruktur teknologi layanan kesehatan lebih berkembang di lingkungan perkotaan, namun di daerah pedesaan layanan kesehatan digital mungkin sulit dilakukan, sebagian dikarenakan kurangnya internet berkecepatan tinggi. Nyatanya, angka penetrasi internet di beberapa wilayah kepulauan Indonesia hanya mencapai 3%[2].

Untuk menjawab tantangan terkait infrastruktur ini, pimpinan layanan kesehatan Indonesia memprioritaskan elemen-elemen dasar teknologi kesehatan digital, dengan lebih dari seperempat dari mereka (26%) menyatakan bahwa meningkatkan infrastruktur teknologi di fasilitas mereka adalah prioritas utama. Dibandingkan dengan rata-rata global (20%), pimpinan layanan kesehatan Indonesia juga lebih cenderung memprioritaskan keamanan data dan privasi (31%), yang mungkin mencerminkan keinginan mereka untuk melindungi data sembari meningkatkan ekosistem teknologi.

Setelah teknologi inti diimplementasikan, nantinya akan muncul fokus baru untuk memperluas isu- isu layanan kesehatan dan sosial. Dalam tiga tahun kedepan, 27% dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berencana untuk terus bersiap menghadapi krisis, sementara 19% mengatakan mereka berencana untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan di rumah sakit mereka. Prioritas yang tidak terlalu berfokus pada teknologi ini lebih mengarah pada masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas.

Fokus baru ini juga tidak terlepas dari investasi pada inovasi layanan kesehatan. Hampir setengah (47%) dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berinvestasi dalam rekam medis digital, dengan 44% lainnya memprioritaskan pusat-pusat operasi klinis. Kedua angka ini secara signifikan lebih besar daripada rata-rata global yaitu sebesar 39% dan 22%. Saat melihat keuntungan dari investasi ini, pimpinan layanan kesehatan berharap untuk mengalihkan perhatian mereka ke aspek layanan yang lebih canggih secara digital selama tiga tahun mendatang, seperti AI (82%, naik dari 38% saat ini) dan telehealth (49%, naik dari 37% saat ini), dimana kenaikan ini turut mencerminkan tren layanan kesehatan global.

Secara keseluruhan, pimpinan layanan kesehatan di Indonesia optimis tentang peralatan yang mereka miliki, sebagian besar dari mereka (90%) sepakat bahwa rumah sakit mereka memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk sepenuhnya memanfaatkan data, dan 85% mengatakan bahwa data rumah sakit mereka akurat.

Meskipun memiliki kepercayaan tinggi pada data dan teknologi, silo data, peraturan dan kewajiban hukum tetap menjadi penghalang signifikan untuk menggunakan data secara sepenuhnya di Indonesia. Sebanyak 62% pemimpin layanan kesehatan Indonesia menyebutkan silo data menghambat kemampuan untuk menggunakan data secara efektif, dan masalah yang diperburuk oleh sistem kesehatan Indonesia yang terdesentralisasi di seluruh pulau[3].

Sekitar 31% dari pimpinan –lebih tinggi dari rata-rata global 27% – menginginkan kejelasan lebih terkait pengumpulan dan penggunaan data. Meskipun Indonesia memiliki perundang-undangan yang mengatur perlindungan data secara umum, saat ini Indonesia belum memiliki peraturan untuk sistem kesehatan digital, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran data pasien. Oleh karena itu, satu dari lima pimpinan (20%) menyatakan kebijakan dan peraturan data sebagai hambatan terbesar dalam penggunaan data yang efektif dan 21% merasa kurangnya pengetahuan atau pemahaman karyawan tentang cara menggunakan data juga menjadi faktor penghambat.

Pelatihan bisa menjadi salah satu solusi di Indonesia. 64% pemimpin layanan kesehatan Indonesia mengatakan staf mereka kewalahan dengan banyaknya data yang tersedia, dan 18% merasa hal ini akan mengakibatkan karyawan mungkin akan menolak untuk beralih ke teknologi baru. Hanya 7% dari pimpinan di Indonesia yang mengatakan bahwa mereka memiliki semua keahlian yang dibutuhkan untuk memanfaatkan data sepenuhnya.

Untuk mengatasi hal ini, pimpinan juga akan berkolaborasi dengan pemain ekosistem lainnya. Misalnya, 59% pemimpin layanan kesehatan di Indonesia ingin bermitra dengan perusahaan asuransi kesehatan atau bermitra dengan rumah sakit lain dan 31% memilih perusahaan teknologi kesehatan sebagai mitra pilihan. Dari kemitraan ini, 30% pimpinan di Indonesia menginginkan panduan tentang masalah hukum, 31% menginginkan pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan. Dua preferensi teratas ini menyoroti bagaimana pimpinan mencari lebih dari sekadar solusi teknologi; dan terbuka untuk kemitraan jangka panjang yang menawarkan solusi terintegrasi di seluruh bidang pelayanan kesehatan, dari teknologi hingga masalah hukum serta pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan.

Pimpinan layanan kesehatan di Indonesia paham akan potensi dari analisis prediktif, dimana 11% pimpinan layanan kesehatan di Indonesia telah menerapkan analisis prediktif, 54% aktif mengadopsinya, dan 30% lainnya berencana mengadopsinya dalam beberapa tahun mendatang. 94% yakin bahwa analisis prediktif dapat menguntungkan secara klinis, untuk membantu penyedia layanan kesehatan memberikan pelayanan yang tepat, kepada pasien yang tepat, dan di waktu yang tepat. 83% percaya pada keuntungan operasional, dimana teknologi ini memberikan kemampuan kepada sistem layanan kesehatan untuk mengidentifikasi tren, meningkatkan pelayanan, dan mengurangi biaya. Pimpinan juga menyadari bahwa analisis prediktif dapat menjadi alat yang tak terpisahkan dalam mengatasi ketimpangan kesehatan, salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh layanan kesehatan Indonesia saat ini.

Meningkatkan sistem dan protokol keamanan data merupakan cara utama untuk meningkatkan kepercayaan dalam analisis prediktif, baik dalam pengaturan operasional (39%) maupun klinis (36%). Meningkatkan akurasi algoritme juga mendorong kepercayaan di kedua area. Namun, ada beberapa perbedaan antar-lingkungan pelayanan. Secara klinis, 33% pimpinan di Indonesia mengatakan peningkatan kualitas sumber data adalah cara utama untuk meningkatkan kepercayaan dalam analisis prediktif, sementara 29% lainnya menyatakan bahwa cara utama tersebut adalah peningkatan transparansi dalam pemerolehan wawasan dan rekomendasi. Sebaliknya, 32% dari mereka melaporkan bahwa mengurangi bias algoritmis dan meningkatkan keterlibatan manusia (27%) akan meningkatkan kepercayaan pada aplikasi operasional analisis prediktif.

Sejak 2016, Philips telah melakukan penelitian orisinal untuk membantu menentukan kesiapan negara menghadapi tantangan kesehatan global dan membangun sistem kesehatan yang efisien dan efektif. Untuk detail tentang metodologi laporan Future Health Index dan akses lengkap laporan Indonesia Future Health Index 2022 secara keseluruhan, kunjungi situs ini.(*/stb)

CATEGORIES
TAGS
Share This