Mestinya Prabowo Belajar Ksatria dari Tradisi Leluhur Ibunya

Mestinya Prabowo Belajar Ksatria dari Tradisi Leluhur Ibunya

Oleh:
Michael Umbas, Ketua Umum Arus Bawah Jokowi

TOU Minahasa atau orang Minahasa memiliki jiwa ksatria. Berani, penuh semangat juang, dan kebijaksanaan.

Capres 02 sekaligus Ketum Gerindra Prabowo Subianto masih berdarah Minahasa melalui garis ibunya, Dora Sigar.

Jika Prabowo mewarisi darah Minahasa dan paham tentang tradisi demokrasi, tentu dia tidak menolak hasil Pilpres 2019.

Prabowo akan tercatat dalam sejarah buram bangsa ini sebagai calon pemimpin yang kalah berkali-kali, dan selalu menolak menerima hasilnya.

Sejumlah orang di lingkaran Prabowo kerap menyerukan people power. Sebut saja Amien Rais yang baru-baru ini bilang people power enteng-entengan.

Pernyataan Amien itu benar-benar melampaui akal sehat dan nurani. Membuat rakyat terseret arus politik kotor yang merugikan bangsa.

Dan yang paling menyedihkan aksi di Bawaslu diwarnai pengerahan massa perusuh berbayar, penggunaan ambulans Gerindra berisi batu dan sejumlah uang, serta aneka fakta dan bukti yang menegaskan aksi ini sebuah settingan untuk sengaja membenturkan rakyat, melahirkan chaos dengan harapan terjadi eskalasi kerusuhan dan negara gagal menjaga keamanan.

Jokowi target utama. Belum lagi kehadiran teroris, kelompok garis keras anti pancasila, yang bebas mengisi panggung aksi brutal 22 Mei ini. Langkah politik Prabowo yang tidak ksatria ini elan sebuah orkestrasi memalukan, menyedihkan, mencemaskan, memilukan, memprihatinkan dan sungguh mengkhawatirkan. Ia gagal mengalahkan ego berkuasa yang amat liar dalam dirinya.

Minahasa maupun daerah lain sangat terbiasa berdemokrasi. Pemilihan kepada desa (pilkades) atau hukumtua di Tanah Minahasa, sudah jadi tradisi turun temurun untuk menentukan pemimpin desa.

Ajang kekuatan pengaruh, program dan gagasan. Alhasil, masyarakat diajak memilih dengan gembira, menikmati dan mensyukuri demokrasi tanpa konflik antar sesama pendukung calon. Akur, damai tetap bersatu.

Pihak yang kalah dalam pilkades wajib menerima secara ksatria, apapun keputusan masyarakat desa. Meski perbedaan hanya satu suara. Iya, walaupun hanya satu suara, yang kalah lapang dada. Sebab prinsip dasar demokrasi langsung yaitu pemenang mendapatkan suara terbanyak. Sesederhana itu.

Mungkin Prabowo dan kubunya perlu berkaca pada pilkades di Minahasa sebagaimana pada debat Capres, Prabowo dengan bangga menyebut dirinya lahir dari rahim seorang ibu beragama Kristiani berasal dari Minahasa.

Meski begitu, kita tetap hormati langkah Prabowo menggugat hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Hanya saja, sulit bagi Prabowo-Sandi mengubah hasil melalui MK. Sebab selisih suara antara Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf sekitar 16,9 juta.

Apalagi dalil dan fakta hukum yang diajukan masih sama dengan yang pernah diajukan ke Bawaslu dan waktu itu sudah langsung ditolak karena bukan fakta otentik kecurangan tapi sederet link berita online. Hmmm.

Lagi-lagi lantang dan beringas teriak curang, curang dan curang tapi gagap dan gelagapan menyodorkan bukti. Meminjam ungkapan satire netizen: tidak semudah itu Ferguso!!!

Lalu sampai sejauh manakah ketidaksatriaanmu melenggang Mr Prabowo? Well, kita tunggu, sambil sejarah akan terus mencatat.(*)

CATEGORIES
TAGS
Share This