Amnesti Pajak Payung Hukum untuk Repatriasi Modal
Kebijakan Pengampunan Pajak Berlaku Sejak 18 Juli 2016 (2)
SULUTDAILY|| Jakarta- Dalam sosialisasiKebijakan pengampunan pajak , Presiden mengajak peran serta seluruh warga Indonesia untuk bersama-sama pemerintah membangun bangsa. Sebagai warga yang hidup dan mengusahakan kehidupannya di Indonesia, selayaknya memiliki kesadaran diri untuk turut berperan serta.
“Kok ada uang yang ditempatkan di luar negeri. Tidak apa-apa sebetulnya, dalam bisnis hal seperti itu tidak apa-apa. Tapi, saat ini negara membutuhkan partisipasi Bapak/Ibu semua. Sehingga kita carikan payung hukumnya,” terang Pesiden sembari menyinggung payung hukum yang dimaksud tentu saja berupa Undang-Undang Amnesti Pajak yang saat ini gencar disosialisasikan.
Presiden tidak lupa berterima kasih kepada sembilan anggota Komisi XI DPR RI yang hadir pada acara tersebut. Sebab, kesemuanya berperan besar dalam memberikan persetujuan bagi UU Pengampunan Pajak agar Indonesia dapat mengejar negara lainnya. “Beliau inilah yang memberikan persetujuan dan dengan kecepatan yang sangat cepat menyelesaikan UU Tax Amnesty. Begitu momentum hilang, tidak tahu kapan lagi kita bisa menarik uang itu,” kata Presiden.
Amesti pajak merupakan sebuah penghapusan pajak yang seharusnya terhutang. Amnesti pajak turut menghapus sanksi-sanksi administrasinya. Selain itu, amnesti pajak juga membebaskan sanksi pidana perpajakan dan penghentian proses pemeriksaan serta penyidikan tindak pidana perpajakan. Namun, kebijakan ini hanya dapat diikuti bagi mereka yang tidak sedang berperkara dan sedang menjalani hukuman pidana perpajakan.
Syarat untuk mengikuti kebijakan amnesti pajak ini sangatlah mudah. Presiden memberikan contoh, bila seseorang memiliki uang di bawah bantal yang belum dilaporkan, agar segera dilaporkan. Demikian pula bila memiliki simpanan di luar negeri, juga harus segera dilaporkan. “Disampaikan mumpung ada Undang-Undang Tax Amnesty. Kemudian bayar tebusan. Uang tebusan juga sangat rendah sekali. Yang kita inginkan adalah agar uang ini masuk,” terangnya.
Mengenai kerahasiaan data wajib pajak, Presiden Joko Widodo menyebut, Undang-Undang Tax Amnesty menjamin data para wajib pajak yang mengikuti program ini tidak bisa disebarkan. Data-data tersebut juga tidak dapat dijadikan dasar untuk penuntutan. “Data Tax Amnesty tidak bisa dijadikan dasar untuk penuntutan, tidak dapat diminta oleh siapapun, dan tidak diberikan kepada siapapun. Hati-hati, kalau membocorkan bisa terkena pidana maksimum lima tahun,” lanjut Presiden.
Kebutuhan Dana Pembangunan Infrastruktur
Fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo ialah pembangunan infrastruktur sebagai kesiapan modal menghadapi persaingan global. Untuk membangunnya, negara diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp4.900 triliun. Sedangkan kemampuan APBN hanya sanggup menganggarkan sebesar Rp1.500 triliun.
“Artinya kurang Rp3.400 triliun. Dari mana uangnya? Dari Bapak/Ibu semua dikumpulkan sehingga bisa kita pakai dan infrastruktur rampung. Kalau rampung, pertarungan bisa kita mulai. Pasti nanti biaya logistik transportasi jauh lebih murah,” tambah Presiden.
Dana yang masuk melalui kebijakan amnesti pajak ini akan digunakan pemerintah untuk investasi jangka menengah dan panjang. Misalnya, membangun pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, dan beragam fasilitas penunjang lainnya. “Bangun infrastruktur, misalnya aiport, jalan tol, pembangkit listrik karena kita semua sedang butuh 35.000 MW lima tahun ke depan. Coba taruh di luar, dapat berapa sih (bunganya)? Bandingkan kalau di sini,” tanyanya kepada hadirin.
Terkait dengan kesiapan perbankan untuk menampung dana repatriasi, Presiden menyebut bahwa saat ini Perbankan nasional telah siap untuk menerimanya. “Perbankan saya kira semua siap, ada 18 bank yang juga bisa menerima dan menampung dana-dana tersebut,” ujar Presiden.
Hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo di antaranya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri BUMN Rini Soemarno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi.(Jr/*realese Presiden RI/selesai)