Aborsi, Isu Serius dalam ‘Bingkai’
ISU persoalan aborsi di Sulawesi Utara masih simpang siur. Belum perna ada pihak yang berani meliris data aborsi dan isu ini seperti tenggelam , terasa tabu dibicarakan apalagi dipublikasikan. Diskusi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulut bersama sejumlah wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sulut dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado beberapa waktu lalu rupanya mampu mencairkan sedikit ‘ bingkai’ yang mengganjal terkait persoalan aborsi dan kesehatan reproduksi di daerah nyiur melambai ini.
Diakui Ketua PKBI Sulut Jeniffer Mawikere bahwa isu kesehatan reproduksi dan aborsi memang belum banyak dibicarakan apalagi diseriusi. Tidak instasi atau lembaga terkait yang mau merilis data aborsi di Sulut. Padahal terungkap melalui program Global Comprehensive Abortion Care di Indonesia (GCACi) bagi perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan(KTD) dan mendapatkan layanan aborsi aman di Klinik Esther mulai terjadi perubahan isu, dimana saat ini pasien remaja meningkat drastis.
Sebelumnya Klinik Esther lebih banyak melayani para ibu tapi saat ini trennya bergeser kepada para remaja. Dari 70-100 pasien per bulan yang kami tangani sebagian besar adalah gadis remaja. Ini perlu ditangani dengan serius, ada apa? .
Data PKBI yang memiliki 13 di Indonesia menunjukan bahwa lebih dari 50% klien yang dilayani sebelum datang ke klinik PKBI mengaku sudah pernah melakukan upaya pengguguran kandungan. Tercatat terdapat 32% klien yang berupaya menggugurkan dengan meminum jamu atau obat, 15% pernah datang atau dilayani oleh tenaga medis, dan 1% datang ke dukun.
Fakta ini menunjukan bahwa upaya-upaya pengguguran kandungan sebelum ke klinik PKBI tidak efektif, tidak aman dan berpotensi menimbulkan resiko yang lebih jauh, sampai pada kematian. Status legal atau illegal, perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan akan mencari cara untuk dapat melakukan upaya aborsi.
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia . Hak-hak ini menjamin hak-hak dasar setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak dan untuk memperoleh informasi dan juga terkandung makna memiliki hak untuk memperoleh standar tertinggi dari kesehatan reproduksi dan seksual. Juga termasuk hak mereka untuk membuat keputusan menyangkut reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, dan kekerasan (ICPD PoA 1994).
Persoalan Aborsi di Sulut masih belum transparan. Isu serius ini seperti masih dalam ‘bingkai’ yang tentunya perlu di diskusikan kemudian melakukan sesuatu untuk mencari akar masalah dan solusinya seperti apa. (***)