
Tantangan Penerapan Profil Pancasila
Oleh : Nathalia K.M. Mamonto. M.Th
TEPATNYA hari ini tanggal I juni 1945 oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno menyampaikan gagasanya mengenai dasar negara RI di hadapan para anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Hal ini merupakan momentum bersejarah sejak awal negara ini berdiri. Pancasila menjadi tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengutip dari apa yang dikatakan oleh Syekh Mahmud Syaltout pada tahun 1960 yang merupakan seorang Ulama terkenal dari Mesir yang menyebut Indonesia merupakan tanah surga yang diturunkan Tuhan ke bumi.
Tanah surga yang damai dan harmoni mengambarkan identitas kemajemukan bangsa kita. Indonesia yang multikultural dalam arti beragam suku, bangsa, budaya dan agama yang dianut perlu diterima sebagai sebuah realitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam berbagai perbedaan yang ada semuanya berhasil diatasi dengan ideologi negara yaitu Pancasila yang melampaui segala perbedaan yang ada dan disatukan dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia.[1]
Kebhinekaan dalam bingkai Pancasila ini perlu dijaga dan dihargai sebagai sebuah keunikan dari bangsa Indonesia yang membedakan kita dari negara-negara lain yang ada di dunia. [2] Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa Pluralisme di Indonesia dapat dipahami sebagai suatu keyakinan atau ajaran yang bersedia menerima perbedaan atau keberagaman sebagai sebuah kenyataan dapat juga dikatakan bahwa pluralisme adalah sikap yang menjunjung tinggi pluralitas.[3]
- Tantangan nilai-nilai Pancasila di Era Globalisasi
Pancasila yang bisa dikatakan sebagai identitas bangsa mulai tergerus oleh arus globalisasi yang begitu cepat merasuk pada masyarakat terutama kaum muda. Pengaruh globalisasi ini begitu kuat banyak orang meniru budaya bangsa lain sebut saja budaya Korea yang menjamur dikalangan anak muda.
Mereka mulai meniru cara berpakaian dan hal-hal lainnya mengenai budaya bangsa ini menjadi menarik bagi mereka untuk dipelajari dan dikembangkan.
Tentunya hal ini bukanlah hal yang salah dengan mengikuti tren yang ada. Tetapi jangan sampai kita kehilangan jati diri bangsa dengan mulai meninggalkan hal-hal yang berhubungan dengan warisan leluhur yang adalah identitas bangsa.
Pewarisan budaya melalui pendidikan Pancasila secara formal dalam pendidikan disekolah adalah perlu karena setiap bangsa memiliki kepedulian terhadap budaya leluhurnya.
Pendidiakn Indonesia yang terus berbenah sebagai sebuah proses transformasi budaya dimaknai lewat dengan pewarisan budaya dari generasi ke generasi seharusnya berfokus pada pendidikan karakter peserta didik misalnya dari mengutamakan aspek keilmuan. Hal ini bertujuan agar generasi muda tetap pada identitas bangsa mereka
Dalam dimensi Berkebinekaan global generasi muda harus mampu mempertahankan budaya nenek moyang, lokalitas serta identitas mereka serta dapat memiliki kemampuan berpikir secara global sehingga mampu beradaptasi dengan budaya yang lainnya serta secara positif bisa menerima budaya yang baru tanpa harus meninggalkan identitas dari budayanya sendiri.[4]
Dengan adanya revolusi industri 4.0 memberikan sebuah pengembangan baru dalam ideologi Pancasila. Pancasila dalam menghadapi perubahan ini harus menjalankan fungsinya menjadi ideologi yang terbuka, dinamis dan aktual. Banyak tantangan yang harus dilewati oleh Pancasila yang telah mebuktikan bahwa Pancasila bukan hanya miliki sekelompok orang atau golongan tertentu saja tapi Pancasila melambangkan netralitas dan terus akan ada disegala zaman seperti tahun-tahun yang telah dilalui sebelumnya.[5]
Pancasila secara realitas akan selalu ada sepanjang bangsa Indonesia ada. Kondisinya ibarat bagaikan bersembunyi dalam terang dan untuk mengetahui bahwa Pancasila itu hidup dalam jiwa bangsa Indonesia kita hanya perlu menyibaknya.
Nilai-nilai yang hidup dalam jiwa bangsa Indonesia diperlukan penyelaman, pendalaman atau penggalian untuk mengetahui apakah nilai-nilai itu tumbuh subur atapun tidak. Nilai-nilai yang dimaksud bukan hanya sekear jargon, slogan, memeh, posterataupun spanduk kampanye tapi nilai-nilai Pancasila tersebut benar-benar hidup dalam alam kenyataan.[6]
Pancasila dalam kelima sila dan kekuatan Bhineka tunggal Ika sebaga pemersatu harus mengalir dalam sendi-sendi kehidupan setiap masyarakat Indonesia yang multikultural untuk bisa mengikis segala perbedaan anak bangsa serta dapat menangkal perubahan zaman yang ada. Ideologi negara Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika diibaratkan bagai sebuah pernikahan yang memiliki komitmen dalam hubungan suami-istri yang memiliki latar belakang berbeda kemudian disatukan lewat sebuah ikatan pernikahan.
Pernikahan akan tetap langgeng jika masing-masing memiliki komitmen yang kuat dan konsisten dalam menjalankan hubungan mereka bersama yang dilatari oleh banyak perbedaan.
Pancasila merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah nafas hidup dalam berkebangsaan dan Bhineka Tunggal Ika adalah kekuatan yang mengikat agar bangsa ini tidak hanya terus hidup tapi dapat berjalan bersama dalam satu pemerintahan yang kuat, adil, makmur dan berdaulat.
Penguatan akan nilai-nilai Pancasila adalah sebuah langkah yang perlu dan harus terus dilakukan guna menciptakan generasi penerus yang memiliki identitas bangsa yang mapan mampu berinteraksi bahkan beradaptasi dengan kebudayaan global tanpa harus kehilangan jati diri.
Generasi yang mandiri, kreatif dan bernalar pikir kritis sehingga mampu melakukan kolaborasi kersama antar anak bangsa untuk meningkatkan kualitas bersama bahkan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang ada di dunia. ***
Penulis: Mahasiswa S3 STBI Semarang; Aktif di Yayasan Pelita Kasih Abadi Manado sebagai Manager Program;
[1] Yosua Feliciano Camerling, Mershy Ch Lauled, and Sarah Citra Eunike, “GEREJA BERMISI MELALUI MEDIA DIGITAL,” Teologi Kristen 2, no. June (2020): 0–22.
[2] Titaley John A., Visi Dan Misi Pendidikan Kristen Dalam Masyarakat Plural Di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).
[3] Keriapy et al., “Volume 5 | Nomor 2 | September 2020 Pendidikan Kristiani Transformatif Berbasis Multikultural Dalam Konteks Indonesia.”
[4] Kemendikbudristek, Keputusan Kepada Badan STandar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek No. 009/H/KR/2022 Tentang Dimensi, Elemen, Dan Suplemen Profil Pelajar Pancasila Untuk Kurikulum Merdeka.
[5] Nurul Fadilah, “Tantangan Dan Penguatan Ideologi Pancasila Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0,” Journal of Digital Education, Communication, and Arts (Deca) 2, no. 02 (2019): 66–78.
[6] Ellya Novera, Daharnis, Yeni Erita, “Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Dalam Implementasi Kurikulum Prototipe Di Sekolah Penggerak Jenjang Sekolah Dasar.”