Peringati Hari HAM Internasional, Masyarakat Aksi Damai Tolak Tambang Mas Sangihe

Peringati Hari HAM Internasional, Masyarakat Aksi Damai Tolak Tambang Mas Sangihe

Negara harus menjamin Hak Asasi Manusia

SULUTDAILY||Manado – Aliansi Rakyat Tolak TMS yang terdiri dari gabungan organisasi yang berkolaborasi dengan masyarakat memperingati  hari HAM Internasional, 10 Desember 2021 dengan melakukan aksi damai dengan mendatangi kantor gubernur  Sulawesi Utara.

Massa aksi utama adalah utusan atau perwakilan masyarakat dari masyarakat di sekitar lokasi PT. Tambang Mas Sangihe (TMS), yakni  Elbi Pieter dan  Els Paususeke dari Bowone,  Agus Mananohas dan Arbiter Makagansa dari Salurang, Estepanus Maate dari Malamenggu, Pdt. Wilson Rorong dari kampong Laine dan Jan Takasiaheng dari Manganitu. Mereka konsisten dalam komitmen memperjuangkan Sangihe i kekendage, meski harus menembus lautan yang sedang badai, demi menemui Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Sayangnya gubernur tidak bisa ditemui.

Jumlah massa aksi   makin bertambah ketika, masyarakat asal Sangihe dari desa Paputungan, Jaya Karsa dan Tanah Putih kecamatan Likupang Barat Minut yang juga merasa terbeban atas penyelamatan Sangihe. Tetapi mereka juga memperjuangkan ruang hidup mereka yang diambilalih oleh sebuah perusahaan pariwisata yang membangun hotel 16 lantai di bawah panji PT. Bhineka Manca Wisata di pesisir pantai desa Paputungan. 

Ratusan masyarakat memulai aksinya dari titik start di depan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara di jalan 17 Agustus.  Massa aksi sempat dicegat oleh pamong praja dan aparat polisi di depan  pintu gerbang kantor gubernur. Setelah melakukan negosiasi massa aksi diperbolehkan masuk untuk menyampaikan aspirasinya.

Dalam orasinya,  semua orator menyampaikan hal yang sama yakni mendesak agar gubernur Sulawesi Utara segera mencabut ijin lingkungan PT.TMS dan berdiri bersama rakyat Sangihe untuk memperjuangkan kepentingan dan keselamatannya.  Jika PT.TMS beroperasi,  maka potensi  pelanggaran HAM berat akan terjadi apabila sumber kehidupan masyarakat terganggu di segala bidang, yakni perikanan, pertanian dan potensi pariwisata yang bisa dikembangkan ke depan.  Kehidupan masyarakat Sangihe sangat tergantung pada daya dukung alam yang sudah diciptakan Tuhan untuk dinikmati oleh seluruh masyarakat Sangihe.

Aksi sempat diwarnai kekisruhan, ketika sorang staf ahli gubernur, Max Siso mendatangi massa saksi dan hendak menjelaskan sesuatu tetapi tidak bisa diterima oleh massa aksi. Sebab, menurut massa aksi sudah tiga kali aksi dilakukan di kantor Gubernur, tidak ada solusi jelas yang diberikan oleh pemerintah provinsi yang mengeluarkan ijin lingkungan bagi PT.TMS.

Tarian Salo,  yang adalah tarian perang masyarakat Sangihe disajikan sebagai atraksi penutup aksi peringatan hari HAM ini. Selain penari, beberapa orang massa aksi sempat mengalami trens sementara tarian tersebut berlangsung.

Secara lengkap, pernyataan sikap Aliansi Rakyat Tolak TMS, seperti berikut:    

Negara  harus menjamin Hak Asasi Manusia UU No.39 tahun 1999 menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. HAM merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang. Untuk itu HAM harus menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian negara dan pemerintah bertanggungjawab untuk melindungi, menghormati, menjamin dan membela HAM setiap warga negara dan penduduknya.

Akan tetapi, saat ini sangat jelas, pemerintah belum menunjukkan  komitmen  kuat dalam   menegakkan HAM dan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan HAM secara efektif seperti diamanatkan konstitusi.

Berabad-abad lamanya masyarakat Sangihe selalu mensyukuri dan menyesuaikan diri dengan anugerah Sang Pencipta atas daerah ini. Warga Sangihe bersyukur dan menggantungkan kehidupannya kepada sumber daya alam yang melimpah di laut sebagai nelayan dan di daratan Pulau sebagai petani. Sistem bertani kebun campur adalah tradisi turun temurun yang menjadikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan situasi itu, masyarakat hidup nyaman, tentram dan damai memelihara adat istiadat yang harmonis dalam kerukunan.

Namun sekarang, keadaan nyaman, tenteram dan damai tersebut diusik oleh IZIN TAMBANG yang dikeluarkan Dirjen Minerba ESDM Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS). Luas izin 42.000 Hektar atau lebih dari setengah Pulau Sangihe !! Artinya, Pulau Sangihe akan dibongkar secara terbuka dan massif selama 33 tahun (2021-2054). 80 Desa dari 7 Kecamatan di Kabupaten Sangihe serta hutan sahendarumang terancam digusur. Perkampungan, sekolah-sekolah, rumah-rumah ibadah serta adat istiadat berpotensi tinggal kenangan. Hendak dikemanakan 57.000 rakyat dari 80 kampung tersebut??? Apakah Pulau Sangihe sanggup menahan beban perubahan bentang alam???

Selain itu, 40 juta ton material akan dikeruk dan diambil emasnya dengan menggunakan bahan kimia B3 atau Bahan Beracun Berbahaya !! Dalam mengekstraksi emas, akan terekstraksi mineral lain yang sebelumnya stabil dalam perut bumi seperti mercury, cadnium, arsenik, dan lain-lainnya akan dibuang sebagai limbah. Hutan, kebun, perkampungan, rumah-rumah ibadah, sekolah, dan lain-lainnya akan diganti dengan limbah beracun !! Selain tergusurnya 57.000 penduduk dari 80 Kampung dari areal pemukiman, hilang pula mata pencaharian petani dan nelayan karena rusaknya perairan tangkap nelayan tradisional di sepanjang pantai di sekitar areal pertambangan. Artinya, Izin tambang emas tersebut hanya akan memiskinkan masyarakat Sangihe !!! Itu artinya  akan terjadi pelanggaran HAM!

Pemerintah  dan rakyat kabupaten kepulauan Sangihe telah bertekad dengan tegas menolak kehadiran PT.TMS beroperasi di Sangihe!!

UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tegas mengatur bahwa pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan dilarang oleh Pasal 35 huruf k UU No. 1 Tahun 2014 untuk ditambang !! Dan oleh Pasal 26 A UU No. 1 Tahun 2014, tanpa Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan, PT. TMS tidak boleh beroperasi di Pulau Sangihe. Dan PT. TMS tidak memiliki Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan !!

Jika PT.TMS beroperasi,  pelanggaran HAM akan terjadi.

Oleh sebab itu,  Aliansi Rakyat Tolak PT.TMS, menuntut: 

  1. Menolak kehadiran PT. Tambang Mas Sangihe mengeksploitasi pulau Sangihe, Usir PT TMS dari Pulau Sangihe !!
  2. Mendesak Gubernur Sulawesi Utara, Kapolda Sulut dan Bupati Kabupaten Sangihe untuk menertibkan/menutup operasi PT TMS di Pulau Sangihe dan usut semua pelanggaran hukum PT TMS !!
  3. Mendesak Gubernur Sulawesi Utara untuk memecat secara tidak hormat dan memproses secara hukum Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Utara dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Sulawesi Utara karena tidak melibatkan masyarakat dalam proses AMDAL dan Izin Lingkungan PT TMS !!
  4. Menuntut  Gubernur Sulawesi Utara untuk mencabut Ijin Lingkungan PT TMS karena cacat hukum !!
  5. Menuntut Kapolda Sulut untuk menegakkan hukum lingkungan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil terhadap pelanggaran pidana perusakan lingkungan PT TMS !!
  6. Meminta pertanggungjawaban Kapolda Sulut terkait pengawalan aparat kepolisian bagi PT TMS yang melakukan perusakan Pulau Sangihe tanpa Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan karena aparat Kepolisian oleh negara untuk melindungi rakyat dan menegakkan hukum bukan mengawal dan mengamankan perbuatan melanggar hukum !!
  7. Meminta Negara untuk menjamin Hak Asasi Manusia  masyarakat di Kepulauan Sangihe, untuk mendapatkan ruang hidup yang layak dan sehat, dan tidak diganggu oleh intervensi yang merampas hak-hak hidup rakyat.(*/stb)

CATEGORIES
Share This