Gubernur: Bahasa Minahasa Terancam Punah

Gubernur: Bahasa Minahasa Terancam Punah

SULUTDAILY || Minahasa – Bahasa merupakan bagian dari identitas dan karakter satu bangsa. Sayangnya bahasa beberapa suku dan etnis di Indonesia mulai punah. Satu diantaranya yang bahasanya terancam punah adalah etnis Minahasa.

Etnis Minahasa yang terdiri delapan sub etnis bahasa daerahnya semakin mengkhawatirkan. Banyak anak-anak di Minahasa sudah tidak mengetahui lagi bahasa daerahnya.
Seperti diketahui sub etnis di Minahasa yang memiliki bahasanya masing-masing yakni, Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Toulour (Tondano), Tonsawang (Tombatu/Tondanow), Ponosakan, Pasan (Ratahan) dan Bantik. Pakar Kebudayaan, Fendy Parengkuan mengatakan, penelitian ahli linguistik asal Australia, Bangsa Minahasa masuk dalam wilayah Danger Linguistik atau bahasanya terancam punah.

“Minahasa saat ini masuk kategori Danger Linguistik, penelitian ini dilakukan pakar linguistik Australia, saya menjadi counterpart penelitian itu,” katanya Parengkuan kepada Tribun Manado, Senin (3/11).

Tak hanya Minahasa, sekitar ribuan bahasa di dunia terancam punah.Parengkuan mempertanyakan kepedulian pemerintah menyikapi ancaman ini.”Peneliti asing saja peduli, bayangkan kepedulian mereka, pemerintah kita mana?” ujarnya.

Adapun bicara bahasa itu secara umum merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa punya kedudukan khusus.”Itu bahkan kedudukan yang niscaya, tak bisa tidak ada. Memahami kebudayaan, bahasa merupakan pintu masuk utama. Kenal bahasa, kenal budaya,” katanya. Sekarang ini kata Parengkuan terjadi krisis kebudayaan di kalangan generasi muda. Penyebab mendasar krisis kebudayaan, karena kekurangpedulian terhadap bahasa.”Maka sekarang ini karena tidak tahu, tidak peduli,” katanya.

Ketidakpedulian generasi muda sekarang karena memang kurang terdidik memahami bahasa, padahal dalam pembukaan UU Dasar ’45, tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Tapi Pemerintah kita tidak cerdas,” kata dia.

Pemerintah saat ini hanya memahami persoalan ini dari kulit luarnya saja. Contoh kasus pelestarian kebudayaan yang sekarang menjadi fokus diakukan dengan mengajarkan tari-tarian daerah “Generasi daerah menari maengket pakai bahasa daerah. Didengar diobservasi sudah dianggap bagus dengan nyanyiannya dan gerakannya, padahal belum tentu apa yang dinyanyikan itu dimengerti maksudnya,” sebutnya. Inilah kata dia kekurangpahaman pemerintah. Masalah kebudayaan jangan cuma diserahkan di Dinas Pendidikan dan Budaya. Libatkan juga Perguruan Tinggi, praktisi dan budayawan.

Di tahun 1950-1960 pemerintah masih melibatkan budayawan, semisal memberikan tunjangan. Namun yang ada saat ini, profesional kebudayaan hanya dianggap sebelah mata, beda dengan profesional di bidang hukum, ekonomi, dan kesehatan yang dihargai tinggi.

“Maka sekarang ini siapa yang suka, menggeluti budaya. Budayawan tidak ada nilai sepeser pun. Mau hidupkan kebudayaan bagaimana? Sebab itu budaya tidak hidup di kalangan generasi muda, karena tidak bisa hidupkan diri sendiri, atau keluarga,” ujarnya. Bahasa daerah di Sulut, Bahasa Minahasa terancam punah diakui Gubernur Sulut, Dr SH Sarundajang. Dia pun mengungkapkan kegalauannya menyikapi persoalan ini di tengah masyarakat Sulut.

Pengetahuan generasi muda bertutur menggunakan bahasa daerah kata Sarundajang masih minim.
“Saya khawatir apabila tidak diperhatikan maka dalam kurun waktu satu generasi lagi, bahasa daerah akan hilang dan kita bukan orang Minahasa lagi, karena tidak dapat berbahasa daerah,” ujarnya ketika membawakan sambutan akhir pekan lalu di GMIM Elim Liba Kecamatan Tompaso. Gubernur meminta agar penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa tanah dapat digalakkan dan ditingkatkan.”Ini juga merupakan bagian dari modal sosial yang ada dalam masyarkat yang perlu dijaga terus,” ujarnya.(
Tribun/sd)

TAGS
Share This