Disidang Lanjutan Kasus Pemecah Ombak Minsel, Saksi Sebut Diintimidasi
SULUTDAILY|| Manado- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pemecah ombak Ranoyapo, Minahasa Selatan (Minsel) yang menyeret CW (Dirut PT Bangun Minahasa Pratama), SP (Pejabat Pembuat Komitmen), dan HK(Kepala BPBD) sebagai terdakwa Kamis (27/09/2018) dengan agenda pemeriksaan saksi yang menghadirkan Lurah Ranoiapo Noldy Tumbuan, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Frengki Lukar dan Kasie Rehabilitasi Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minsel Soni Sagay di Pengadilan Negeri, Tindak Pidana Korupsi, Hubungan Industrial Klas 1A Manado cukup menegangkan.
Dari keterangan yang diberikan oleh saksi terperiksa Noldy Tumbuan di persidangan terlihat sangat bertolak belakang dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dimana saksi tidak mengakui bahwa proyek pembangunan tanggul pemecah ombak tersebut adalah proyek fiktif dan bahwa benar pernah terjadi bencana di daerah Ranoyapo. Saksi mengaku bahwa dalam pemeriksaan di Kejari Amurang mereka mendapatkan intimidasi dari penyidik agar mengakui keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam kasus ini.
Noldy dalam keterangannya mencabut semua keterangannya yang diberikan kepada penyidik di Kejari Amurang dengan alasan berada di bawah tekanan Kajari, ‘’Kami diitimidasi, kami dalam tekanan ’’kata Tumbuan dalam kesaksiannya.
Saat itu, Tim penuntut umum, Eko Nuryanto, SH, mengingatkan saksi bahwa dia sama sekali tidak diancam dan hanya ditanyai dengan baik-baik saja.
Sementara itu, saksi Frengki Lukar dalam persidangan terkesan tidak konsisten dengan pernyataannya. Lukar saat ditanyai Penasehat Hukum terdakwa, sering mengatakan tidak tahu dan bingung menyebutkan nama dan tanggal sejumlah peristiwa yang disebutkan dalam dakwaan itu. bahkan ketika ditanya apakah pekerjaan proyek pemecah ombak Ranoyapo telah dilaksanakan sesuai kontrak kerja, Lukar menjawab iya.
Namun kemudian kesaksiannya berubah lagi, ketika ditanya JPU terkait bukti yang ditandatanganinya saat pemeriksaan dari tim ahli penuntut umum bahwa dari lima sampel lobang yang digali untuk pemeriksaan empat ditemukan mencapai titik dasar dan satunya menyentuh batu sehingga dihentikan itu hanya 3 meter yang seharusnya 6 meter.
Para penasehat hukum terdakwa sempat bersuara keras karena pernyataan saksi yang tidak konsisten. ‘’ Keterangan saksi sangat berdampak pada nasib orang lain, yakni para terdakwa. Seharusnya saksi berkata yang benar,’’kata Penasehat Hukum CW, Jimmy Yosadi SH.
Vincentius Banar selaku Hakim Ketua Majelis berpendapat bahwa keterangan yang diberikan saksi tidak menyalahi aturan dalam persidangan, karna fakta persidanganlah yang akan membuktikan apakah dugaan ini memang benar atau tidak. ‘’Keterangan saksi yang berbelit-belit akan disimpulkan majelis hakim nantinya, jadi penasihat hukum dan penuntut umum, disilahkan melakukan tugasnya membuktikan kesalahan ataupun kebenaran para terdakwa,’’kata Banar.
Sidang yang direkam oleh Tim Rekam Sidang KPK FH-Unsrat Manado ini ditutup karena waktu sudah menunjukan pukul 17.30 Wita sore, satu saksi yakni Kasie Rehabilitasi Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minsel Soni Sagay akan bersaksi di sidang berikutnya Jumat (28/09/2018) hari ini .
Seperti diketaui bahwa kepada tiga terdakwa CW (Dirut PT Bangun Minahasa Pratama), SP (Pejabat Pembuat Komitmen), dan HK(Kepala BPBD) didakwa dengan dakwaan Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU No. 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP. Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU No. 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP. Dengan kerugian negara sebesar 4,5 miliar rupiah dan diduga melakukan pembohongan publik karena proyeknya fiktif. (Tb)