
BI Sulawesi Utara Apresiasi Responden SPH- PIHPS
SULUTDAILY|| Manado-Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara menggelar Temu Responden Survei Pemantauan Harga (SPH) dan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan selanjutnya apresiasi terhadap para responden tersebut, Rabu (17/11/2021) di Hotel Sintesa Peninsula.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Arbonas Hutabarat dalam sambutannya mengatakan Survei Pemantauan Harga (SPH) bertujuan untuk mendapatkan informasi dini mengenai perkembangan harga dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga sebagai salah satu masukan dalam memformulasikan kebijakan moneter, serta sebagai bahan informasi dalam mendukung asesmen ekonomi regional.
” Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) merupakan upaya nyata dari Pokjanas TPID untuk memfasilitasi pengembangan sistem informasi pangan yang sekaligus berfungsi sebagai sistem koordinasi kebijakan pengendalian harga pangan berskala nasional,” kata Arbonas.
Menurut Arbonas, PIHPS selain bertujuan sebagai alat monitoring harga serta sebagai dasar perumusan kebijakan stabilisasi harga pangan di daerah juga sebagai sarana untuk memperluas akses informasi harga bagi masyarakat untuk mengurangi asimetri informasi dan mengarahkan ekspektasi pelaku ekonomi.
” Saat ini informasi dalam PIHPS Nasional fokus pada 10 komoditas pangan yang dominan menyumbang inflasi. Data dikumpulkan secara langsung dari pasar tradisional dengan metodologi yang telah distandarisasi,” ujarnya.
Lanjut Arbonas, selain pasar tradisional, pada tahun 2017 pengembangan dilakukan untuk data harga pasar modern dan data pedagang besar. Adapun pada tahun 2018 pengembangan informasi PIHPS dilengkapi dengan ketersediaan data harga di level produsen.
“Per awal tahun 2021 PIHPS telah mencakup data harga di seluruh provinsi baik pada level pasar tradisional (96 kota, 204 pasar), pasar modern (90 kota, 187 pasar), pedagang besar (67 kota, 877 pedagang), hingga level produsen (120 kota),”tambah Arbonas.
Sejalan dengan kebutuhan terkini, pengembangan PIHPS Nasional diarahkan untuk menjajaki data pasokan sebagai indikator dini (prompt indicator) pergerakan harga 10 komoditas pangan strategis.
Di Kota Manado sendiri SPH dan PIHPS dilaksanakan di 2 pasar tradisional dan 2 pasar modern, yaitu Pasar Bersehati, Pasar Karombasan, Freshmart, dan Multimart.
“SPH dilaksanakan secara mingguan terhadap 56 komoditas yang memiliki bobot terbesar terhadap konsumsi masyarakat Kota Manado berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2018, yang mencakup komoditas volatile food, core, dan administered price.,” jelasnya.
Seperti diketahui, informasi hasil SPH dan PIHPS selain digunakan sebagai monitoring harga pangan di berbagai tingkatan pedagang juga dijadikan sebagai dasar analisis proyeksi tingkat inflasi di daerah pada bulan berjalan serta perumusan kebijakan stabilisasi harga pangan di daerah.
Data BI menunjukkan pada bulan Oktober 2021 Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Manado kembali mencatatkan kenaikan. IHK Kota Manado tercatat inflasi sebesar 0,44% (mtm), sedangkan IHK Kota Kotamobagu tercatat inflasi sebesar 0,47% (mtm). Tekanan inflasi tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, yang masing-masing tercatat deflasi 0,31% (mtm) dan 0,71% (mtm).
Secara tahunan pada bulan Oktober 2021 inflasi Kota Manado tercatat sebesar 2,40% (yoy), sedangkan Kota Kotamobagu tercatat sebesar 2,97% (yoy). Meski meningkat, tingkat inflasi kedua kota IHK tersebut masih terkendali dan berada pada rentang target inflasi nasional 3±1% (yoy).
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi kelompok penyumbang utama tekanan inflasi Kota Manado dengan andil sebesar 0,37% (mtm). Kenaikan tekanan inflasi di Kota Manado terutama disebabkan oleh kenaikan harga cabai rawit dengan kontribusi 0,12% (mtm).
Permintaan cabai rawit cenderung meningkat sejalan jam operasional bisnis yang sudah kembali normal meski dengan kapasitas yang terbatas. Selain dari sisi permintaan, kenaikan harga komoditas cabai rawit juga dipengaruhi oleh pasokan dari luar daerah yang berdasarkan survey pasokan kami cenderung fluktuatif.
Selain cabai rawit kenaikan harga juga terjadi pada komoditas ikan cakalang malalugis, tude, dan deho yang secara total memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,22% (mtm). Kenaikan empat komoditas perikanan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan curah hujan di Sulawesi Utara terutama cenderung meningkat pada dasarian I dan III Oktober 2021.
Memandang pola historis dan perkembangan inflasi di kota pencatatan Inflasi di Sulawesi Utara hingga Oktober 2021, tekanan inflasi diperkirakan masih akan meningkat hingga akhir tahun. Jam operasional bisnis yang sudah kembali normal dan kenaikan permintaan masyarakat menjelang hari Raya Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan mendorong aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
Kondisi ini diperkirakan akan memberikan tekanan inflasi dari sisi demand di akhir tahun 2021. Di sisi lain, kondisi curah hujan yang mulai meningkat dan risiko fenomena global La Nina diprakirakan mempengaruhi tingkat pasokan dipasar seiring dengan risiko penurunan produksi perikanan nelayan. Selain itu, kenaikan curah hujan berisiko mempengaruhi pasokan komoditas hortikultura, baik yang diproduksi di Sulut maupun di luar Sulut.
“Oleh karena itu, peran serta semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok pangan baik di tingkat produsen, pedagang besar, dan pengecer baik itu pasar tradisional dan pasar modern sangat penting dalam menjaga kestabilan tingkat harga.,” harap Arbonas.
Giat Temu Responden Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara tahun 2021 ini bertajuk “Peran Pedagang Eceran dalam Pengendalian Inflasi Kota Manado” dengan mengundang narasumber yang berkompeten yakni Ir. Sandra T.P. Moniaga, M.Si Kepala Dinas Pangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Hendrik Warokka, SPd., DEA Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Manado.(Jr)