Aksi Solidaritas kepada dr. Ayu Cs Terus Berlanjut

SULUT DAILY|| Manado- Ratusan dokter kembali melakukan aksi mogok kerja di RSUP Kandou Manado sebagai bentuk keprihatinan terhadap rekan mereka  dr. Ayu Asiary SpOG yang menjadi terpidana malapraktik, di Kota Manado, Sulawesi Utara, Rabu (27/11/2013). Selama aksi mogok kerja nasional yang dilakukan oleh para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini, seluruh pelayanan poliklinik dialihkan ke IGD masing-masing rumah sakit.

Para dokter tersebut mendatangi Rutan Malendeng dan  terus menyerukan yel-yel pembebasan terhadap dokter Ayu dan dokter Hendry Simanjuntak SpOG yang ditahan. Keduanya harus menjalani vonis MA 10 bulan karena kealpaannya hingga menyebabkan pasien melahirkan meninggal dunia. Satu dokter lagi yang harus menjalani vonis sama, dr Hendi Siagian, kini masih berstatus masuk DPO (daftar pencarian orang).

Sebagai langka hukum.  Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Zaenal Abidin MH akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA terkait dengan kasus dugaan malpraktik yang menimpa dokter Ayu Cs. IDI sudah menyiapkan beberapa saksi ahli termasuk dari hakim senior MA untuk membantu mereka.

Ditemui di Rutan Malendeng, Zaenal yang menjenguk dr Ayu dan dr Hendry kepada wartawan menuturkan ia mendesak agar MA mempercepat proses PK tersebut. “IDI memberikan penilaian bahwa teman-teman dokter kami tidak bersalah karena mereka tidak ada maksud untuk membunuh pasien,” katanya, Kamis (28/11/2013).

Sementara itu, aksi mogok nasional yang dilakukan para dokter  membuat para pasien di sejumlah tempat yang seharusnya mendapat pelayanan harus gigit jari. Ombudsman Republik Indonesia bereaksi atas aksi mogok tersebut.  Lembaga pengawasan pelayanan publik ini mengimbau kepada asosiasi kedokteran untuk tidak lagi mengarahkan para dokter melakukan mogok bersama.  “Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan,” ujar Anggota Ombudsman Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/11/2013).

Hendra menambahkan, asosiasi kedokteran dan pemerintah lebih baik segera mengevaluasi pembentukan standar pelayanan medis di tingkat lokal sebagai pedoman prosedural yang resmi. Standar ini dibuat untuk mengukur tindakan para dokter apakah melanggar etik yang berdampak hukum atau tidak.

 Senada dengan itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menyatakan mokok kerja nasional yang dilakkan para dokter adalah sikap yang tidak menghormati proses penegakan hukum.  “Putusan kasasi mahkamah agung telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga setiap orang termasuk dokter harus menghormati putusan hakim dan memperhatikan hak korban,” kata Haris dalam keterangan persnya   Kamis (28/11/2013).

Haris menjelaskan hak korban, selain memiliki hak keadilan untuk menempuh proses hukum, juga berhak mendapatkan ganti rugi akibat suatu penderitaan dan kerugian yang dialaminya akibat suatu tindak pidana. Itu perlu disampaikannya, karena terang Haris, selama ini posisi pasien sebagai korban tidak seimbang.

Selain itu, Haris mengingatkan bunyi kode etik kedokteran pada Pasal 1 yang menyatakan setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Dia juga mengiatkan adanya Pasal 3 yang menyatakan dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi dan Pasal 4 yang menyatakan setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. “Tindakan aksi solidaritas dan membenarkan tindakan pidana yang dilakukan rekan sejawat ini menunjukan dokter tidak independen dan mempertontonkan kesombongan profesi kedokteran” kata Haris. (tribunews/JbR)

TAGS
Share This