Bawaslu Sulut Antisipasi Dampak Putusan MK Nomor 135 dan 104

Bawaslu Sulut Antisipasi Dampak Putusan MK Nomor 135 dan 104

SULUTDAILY|| Manado – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara menggelar kegiatan Penguatan Kapasitas Pengawas Pemilu Sebagai Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 dan 104/PUU-XXIII/2025 Terhadap Posisi Bawaslu dalam Penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan, Selasa (23/09/2025) di Grand Puri Hotel Manado.

Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sulut Donny Rumagit mengatakan putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 dan 104/PUU-XXIII/2025 memiliki dampak signifikan terhadap posisi Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu/pemilihan.

Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sulut, Donny Rumagit

“Bawaslu perlu memperkuat kapasitasnya dalam menghadapi dinamika baru pelaksanaan pemilu, termasuk peningkatan kapabilitas institusi, optimalisasi peran koordinatif, dan kolaborasi antar lembaga. Kami akan melakukan kajian lanjutan terkait hal ini.” kata Donny Rumagit didampingi Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Sulut Steffen S Linu SS MAP.

Tiga narasumber dari Unversitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado yakni Prof Dr Setly Tamod, Dekan Fisip Unsrat Dr Ferry Daud Liando MSi, dan dosen Fakultas Hukum Unsrat Toar Palilingan SH MH mengurai sejumlah dampak yang bakal mewarnai demokrasi setelah putusan MK tersebut.

Prof Dr Setly Tamod menyampaikan
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 mengubah konsep keserentakan pemilu dan pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah. Pemilu tidak lagi serentak penuh antara nasional dan daerah. Pemisahan: Pemilu Nasional (Presiden, DPR RI) & Pemilu Daerah (Kepala Daerah, DPRD).

” Dapak positifnya adalah efisiensi politik, isu nasional dan daerah tidak tercampur. Penguatan demokrasi lokal dan beban pemilih berkurang serta kualitas pengawasan meningkat,” kata Prof Setly.

Namun, Ia mengingatkan biaya penyelenggaraan akan lebih besar dan partisipasi pemilih berpotensi menurun. ” Dapat diprediksi koordinasi antar-lembaga lebih kompleks dan risiko instabilitas politik akan meningkat,” katanya.

Di sisi lain, Dekan Fisip Unsrat Dr Ferry Daud Liando MSi menyampaikan bahwa dari sisi penyelenggaraan, argumentasi MK untuk mengurangi beban penyelenggara pemilu.

” Untuk peserta pemilu, diberikan ruang bagi partai politik mengusung kader terbaiknya, yang telah melalui proses pendidikan kader atau mekanisme partai politik,” kata Dr Liando berharap amar putusan MK terkait pemilu ini akan direspon DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang untuk menindaklanjuti putusan soal pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal.

Toar Palilingan SH MH mengungkapkan, Putusan MK 104 mentransformasikan peran Bawaslu dari pengawas pasif menjadi pengambil keputusan aktif dalam penanganan pelanggaran administrasi Pilkada.

“Keberhasilan implementasinya bergantung pada regulasi turunan, koordinasi antar Lembaga dan kapasitas SDM Bawaslu,” kata Toar.

Seperti di ketahui, amar putusan MK 135 telah memisahkan pemilu nasional (presiden, DPR, DPD)
dan daerah (kepala daerah dan DPRD) dan akan dilaksanakan pada waktu berbeda, yaitu pemilu nasional pada 2029 dan pemilu daerah pada 2031 dan berdampak pada perubahan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah hasil pemilu 2024 diperpanjang hingga 2031.

Perubahan desain pemilu Indonesia ini bisa menjadi salah satu peluang perbaikan demokrasi meskipun harus melewati tantangan biaya dan koordinasi stakeholder pemilu/pemilihan. (Jr)

CATEGORIES
TAGS
Share This