
Sejumlah Elemen Masyarakat Sulut Desak DPR-RI Segera Sahkan RUU PKS
SULUTDAILY|| Manado- Sejumlah elemen masyarakat Sulawesi Utara yakni Swara Parangpuan Sulut, Yayasan PEKA Manado, Yayasan Suara Nurani, Yayasan Terung ne Lumimuut , Persatuan Wanita Berpendidikan Teologi (PERUATI) Sulut, Lembaga Perlindungan anak Sulut, Yayasan Kasih yang Utama, Koalisi Perempuan Imdonesia Cabang Manado, Nasyiathul Aisyiah Manado, Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Sulut), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulut, Lembaga Bantuan Hukum Manado, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Manado, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manado dan Pusat Study Gender UNIMA mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) .
Desakan ini lahir di acara Penguatan Pemahaman Subtansi RUU PKS dan Keterlibatan Masyarakat Sipil di Sulawesi Utara yang di gelar Swara Parangpuan dan difasilitasi Forum Pengada Layanan pada Kamis (30/08/2018) di Hotel Ibis.
Selain mendesak untuk mengesahkan RUU PKS, Sejumlah elemen masyarakat Sulut juga meminta DPR RI dengan terlebih dahulu membaca dan memahami secara serius persoalan kekerasan seksual dengan perspektif HAM perempun dan mengedapankan hak perempuan korban. Juga meminta Pemerintah Daerah Sulawesi Utara memberikan dukungannya untuk pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di tingkat DPR RI.
Menurut Direktur Swapar Sitti Nurlaili Djenaan bahwa sejak tahun 2015 Swara Parangpuan yang tergabung dalam Forum Pengada Layanan (yakni sebuah forum nasional yang beranggotakan 115 Lembaga Pengada Layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan yang tersebar 32 propinsi di Indonesia yang berdiri sejak 2010) bersama dengan Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadvokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
‘’Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah memasuki tahapan penting dimana tahun 2018 Panja RUU P-KS DPR RI telah memulai pembahasan dengan melakukan beragam kegiatan diantaranya rapat Panja, meminta DIM Pemerintah, melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para ahli, pemerintah, lembaga pengada layanan /FPL dan masyarakat sipil lainnya, melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah, serta studi banding ke Kanada dan Perancis. Tujuanya agar RUU P-KS ini bisa segera disahkan sebagaimana janji DPR RI. Harapannya RUU ini bisa selesai dibahas dan diundangkan pada saat masa akhir jabatan Legislatif nanti, 2019. Untuk itu dirasakan perlu untuk menggalang semua pihak untuk melakukan desakan kepada DRP-RI agar dapat merampungkan RUU ini menjadi UU.’’ Jelas Djenaan
Mengapa Perlu UU Penghapusan Kekerasan Seksual
Indonesia saat ini darurat Kekerasan Seksual, baik dari jumlah pelaporan, penanganan, pemulihan korban, maupun pemidanaan kepada pelaku. Sementara Undang-undang yang ada belum cukup cukup kuat memberikan perlindungan korban. Baik dalam struktur hokum dan kultur masyarakat kita memandang kekerasan Seksual sebagai kejahatan kesusilaan yang berkaitan dengan moralitas korban. Oleh sebab itu perlunya Undang-undang yang spesifik mengatur tentang penghapusan kekerasan seksual.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual memuat tentang tindak pidana kekerasan seksual, merumuskan hak-hak korban, saksi, dan keluarga korban juga termasuk hak atas penanganan, perlindungan dan pemulihan. Yang lebih penting dari itu, RUU ini juga memuat tentang rehabilitasi pelaku. RUU ini juga merumuskan upaya-upaya yang dapat diselenggarakan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam penghapusan kekerasan seksual, merumuskan kewajiban penegak hukum untuk memberikan perlindungan kepada korban, pendampingan korban dan menjaga kerahasiaan korban dalam proses peradilan.
Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2017 ada 348.446 perempuan korban kekerasan. Forum Pengada Layanan melakukan pendampingan 1.340 perempuan korban kekerasan, 508 kekerasan seksual, Kekerasan Terhadap Perempuan 702 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran 37 Kasus, Kekerasan pada Buruh Migrant 46 kasus dan tidak di ketahui 38 kasus. Data Swara Parangpuan Sulut tahun 2017 – 2018 ada 110 kasus kekerasasan terhadap Perempuan, 45% kekerasan seksual, Kekerasan Fisik 22%, Kekerasan Psikis 23% dan penelantara keluarga 14%. (Jr)