Program EU-UNDP Dukung Terciptanya Sistem Peradilan Anak yang Terintegrasi

Melindungi Masa Depan Anak Indonesia

SULUTDAILY||Manado-Mahkamah Agung dengan didukung oleh EU-UNDP-SUSTAIN, proyek yang didanai oleh Uni Eropa, Rabu (14/12/2016) meresmikan fasilitas pengadilan anak di Pengadilan Negeri Manado. Fasilitas pengadilan anak  ini merupakan bagian dari dana bantuan Uni Eropa sebesar € 10 juta yang ditujukan untuk mendukung reformasi bidang peradilan di Indonesia, sehingga aparatus pengadilan dapat menyelenggarakan persidangan yang berkaitan dengan anak dibawah umur secara lebih baik, contohnya melalui telekonferensi dimana korban dan pelaku berada di ruangan yang berbeda guna melindungi ancaman psikologis terhadap anak.
Advokasi tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

Acara peluncuran ini akan diikuti dengan advokasi UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) kepada sejumlah pemangku kepentingan yang dilakukan di Hotel Aryaduta, Manado pada tanggal 15-16  Desember 2016. Sebelumnya, advokasi ini juga telah dilaksanakan di Stabat, Sleman, dan Kupang.

Simulasi Pengadilan Anak Korban Kekerasan Seksual.

Simulasi Pengadilan Anak Korban Kekerasan Seksual.

Tujuan dari advokasi adalah untuk mengidentifikasi permasalahan penanganan tindak kejahatan anak dibawah umur yang ada, dan kemudian merumuskan rencana aksi yang dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antar lembaga, agar semua pihak terkait memiliki wawasan dan paradigma yang sama dalam menjalankan prosedur investigasi, penuntutan, proses, sesuai pengadilan dalam sistem peradilan restoratif.

Para pemangku kepentingan serta institusi yang memegang peranan penting dalam sistem peradilan anak Indonesia antara lain adalah Mahkamah Agung, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil, yang seluruhnya turut serta berpartisipasi dalam kegiatan ini. Advokasi seperti ini sebelumnya juga pernah dilaksanakan di Stabat, Kupang, dan Sleman pada tahun 2016.

Sistem Sertifikasi Terpadu dalam Peradilan Anak
Beberapa masalah telah diidentifikasi sejak pemberlakuan UU SPPA tahun 2012 yang lalu, misalnya: koordinasi yang lemah antar institusi yang terlibat, perbedaan persepsi terhadap kebutuhan dan keberhasilan hukum restoratif dalam institusi-institusi tersebut dan kurangnya kerja sama dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

walikota-mando-saat-berada-dalam-ruang-teleconference-korbanSaat ini, para aparat penegak hukum dan pengadilan terbiasa untuk mengikuti pedoman yang tertulis dalam hukum pidana dalam menyelesaikan perkara tindak kejahatan anak. Namun sebenarnya ada alternatif lain untuk menyelesaikan perkara secara damai dengan mengikuti prinsip-prinsip keadilan restoratif. Tantangan lainnya juga termasuk perbedaan persepsi antara aparat penegak hukum mengenai penanganan tindakan kriminal anak dibawah umur yang dapat menciptakan penerapan regulasi yang tidak konsisten. Koordinasi antara departemen dan sektor hukum saat ini juga masih belum optimal, sehingga pertukaran data dan informasi dapat menjadi terhambat. Permasalahan-permasalahan ini dapat membahayakan posisi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), oleh karena itu diperlukan koordinasi antar lembaga dan aparat penegak hukum yang kuat.

Franck Viault, Kepala Kerjasama Delegasi Uni Eropa di Indonesia mengatakan Hukum di Indonesia tentang SPPA telah menunjukkan komitmen negara ini untuk melindungi hak-hak anak. ”Seiring dengan itu, Uni Eropa sangat menjunjung tinggi hak-hak anak dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam sistem peradilan. Oleh karenanya, kami sangat mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak yang berkonflik dengan hukum, melalui pendekatan keadilan restoratif dan sertifikasi aparat penegak hukum.” kata Franck.

Menurut Gilles Blanchi, Kepala Penasehat Teknis dan Manajer Proyek EU-UNDP-SUSTAIN, pemberlakuan UU SPPA pada tahun 2012 merupakan kemajuan besar dalam sistem peradilan anak di Indonesia, dan EU-UNDP SUSTAIN bekerja sama dengan Mahkamah Agung sebagai mitra utama dalam implementasi SPPA.” Kelompok Kerja Perempuan dan Anak MA RI selama ini merupakan thinktank dari implementasi UU ini di pengadilan. EU-UNDP SUSTAIN memastikan bahwa dukungan ini diberikan di pengadilan-pengadilan yang telah ditunjuk menjadi percontohan.” ujar Gilles.

Fatahillah, Koordinator Sektor EU-UNDP SUSTAIN menjelaskan setelah peluncuran dan advokasi tentang SPPA dijalankan, kami akan terus melibatkan semua lembaga yang berkaitan dengan sistem peradilan anak untuk memperkuat koordinasi dan kerjasama. ” Selain itu, kami berharap hambatan-hambatan dapat diidentifikasi sehingga kita dapat mengembangkan program atau mengambil tindakan yang tepat, seperti pengadaan sistem pelatihan bersertifikasi yang terintegrasi, mengembangkan sistem E-Registration untuk mengintegrasikan data-base kasus tindak kejahatan anak, dan mengadakan kunjungan berkala ke pengadilan percontohan lainnya untuk mengawasi implementasi serta memberikan pengarahan teknis.” jelasnya.

Peresmian ini dihadiri oleh semua pemangku kepentingan terkait SPPA

Peresmian ini dihadiri oleh semua pemangku kepentingan terkait SPPA

Proyek EU-UNDP SUSTAIN merupakan proyek dukungan terhadap pembaruan peradilan di Indonesia, dengan mitra utama Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI). Tujuan utama ini adalah mendukung Mahkamah Agung untuk meningkatkan kepercayaan publik seperti yang tertera pada blueprint MA. Proyek ini menerima dana dari Uni Eropa sebesar € 10 Juta untuk tahun 2014 – 2019. Diimplementasikan oleh UNDP Indonesia, EU-UNDP SUSTAIN memiliki empat fokus utama yakni pertama, meningkatkan mekanisme pengawasan internal dan eksternal sistem peradilan . Kedua,meningkatkan kemampuan teknis dan wawasan bagi hakim dan staff pengadilan, ketiga membuka jalan untuk manajemen Sumber Daya Manusia yang terintegrasi dan keempat peningkatan Sistem Manajemen Perkara demi transparansi pengadilan yang lebih baik .

Uni Eropa merupakan kelompok 28 negara-negara Eropa yang demokratis. Telah lebih dari setengah abad Uni Eropa berhasil mempertahankan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, dan secara progresif membangun pasar tunggal Eropa dimana warga, barang, jasa dan modal dapat bebas beredar di wilayahnya. Keberhasilan ini diakui secara internasional pada tahun 2012 dengan dianugerahkannya Penghargaan Nobel Perdamaian kepada Uni Eropa. Dengan lebih dari 500 juta warga negara yang tinggal dalam batas wilayahnya, Uni Eropa merupakan kekuatan global. Uni Eropa merupakan ekonomi terbesar dunia, mewakili hampir seperempat dari GDP dunia. Selain itu, Uni Eropa merupakan blok perdagangan serta donor pembangunan terbesar dunia.

Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) bermitra dengan semua tingkatan masyarakat untuk membantu membangun masyarakat yang mampu menanggulangi krisis, bertumbuh dan mampu mempertahankan pertumbuhan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidup setiap orang. UNDP berada di 177 negara dan menawarkan perspektif global dan pandangan lokal untuk memberdayakan kehidupan dan membangun masyarakat yang tangguh. (Jr)

CATEGORIES
TAGS
Share This