Joice Worotikan: ‘Malo Doe’ Terpilih Karena Beli Suara
SULUTDAILY ||Manado – Cost politic atau biaya politik memang penting dalam pencalonan menjadi legislator atau arena pemilu lainnya. Sayangnya, hingga kini banyak calon legislatif (caleg) belum bisa memilah mana cost politic dan mana money politic yang sesungguhnya melawan ideologi bangsa.
“Dalam pencalonan perlu biaya politik untuk melakukan sosialisasi dan publikasi, tapi tidak ada dalam aturan di negara ini, biaya politik untuk bagi-bagi uang kepada calon pemilih, bagi-bagi sembako atau aksi bagi-bagi apapun dalam seragan fajar. Itulah money politic yang merusak mental masyarakat bangsa ini secara tidak langsung. Harusnya caleg itu malo doe kalau terpilih karena beli suara,” ungkap Dra Joice Worotikan selaku Ketua Komunitas Perempuan Sulut (KPS) dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Caleg Perempuan Sulut dan Bahaya Money Politic Pada Pemilu 2019’ di Meeting Room, Graha Manado Post, Rabu (10/04/2019).
Senada diungkapkan Mantan Legislator DPRD Kota Manado Conny Rumondor. Menurutnya semakin banyak caleg membagi-bagi uangnya maka akan semakin banyak ‘uang rakyat’ melalui ‘proyek’ dan kesempatan-kesempatan lain yang akan ia ambil ketika terpilih dan menjabat selama 5 tahun. “Periode pertama saya terpilih hampir 2 miliar habis tapi sewaktu sudah dilantik (menjadi anggota DPRD Kota Manado, red) belum sebulan saya sudah ingin mengundurkan diri. Mengapa? Ternyata beban kerja banyak, tetap ada proposal permintaan bantuan yang masuk minta bantuan dana lagi, dan gaji pokok anggota DPRD itu sangat kecil. Jauh sekali dengan pendepatan saya sebagai pengusaha,” ungkap pengusaha properti ini berbagi pengalaman di depan puluhan peserta.
Conny Rumondor mencoba bertahan dengan mengikuti ‘cara kerja’ teman-teman legislator yang lain. Ia berusaha melakukan tupoksinya sebagai legislator karena sudah terlanjur terpilih. Diakuinya banyak kebijakan pemerintah yang harus dikawal legislator jika ingin kebijakan itu menyejahterakan rakyat banyak. “Kalau semua dinilai dengan uang memang parah.. Cuman herannya masyarakat suka sekali memilih caleg yang bagi-bagi uang. Mereka lupa jika dia sudah bagi-bagi uang berarti ketika menjabat dia tidak ada hutang lagi kan? Padahal itulah pola pikir yang salah,” katanya.
Sementara itu, Jull Takaliuang calon anggota DPD RI Dapil Sulut menceritakan pengalamannya berjuang meraup suara tanpa money politic. “Saya blusukan ke orang-orang yang saya kenal dan keluarga atau jaringannya, turun ke semua kabupaten kota. Tidak bagi-bagi uang kepada masing-masing pemilih, tidak obral janji tapi saya sampaikan program-program yang berpihak kepada masyarakat. Bersyukur banyak mendapat dukungan dan saya optimis dengan perolehan suara nanti dan perjuangan yang sesuai aturan perundang-undangan,” ujar aktivis perempuan dan anak ini.
Banyak topik yang dibahas dalam FGD ini. Amanda Komaling Ketua Ikatan Jurnalis (IJTI) yang menjadi moderator dalam FGD ini menuturkan apresiasinya kepada semua peserta yang hadir dan aktif membagikan pendapat dan pengalamannya. “Saya yakin semua perempuan yang hadir dalam FGD ini adalah mereka yang inginkan adanya perubahan di negara dan daerah ini. Yang hadir pasti yang anti money politic dan merupakan caleg yang berkualitas,” ungkapnya. (yr)