Dilaporkan Karena Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah, Oknum Guru SMK 1 Bitung Bantah Melakukannya

Dilaporkan Karena Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah, Oknum Guru SMK 1 Bitung Bantah Melakukannya

SULUTDAILY||Bitung-Seorang guru SMK Negeri 1 Bitung atau lebih dikenal SMEA yang beinisial VM, dilaporkan keluarga salah satu siswa yang bersekolah di SMEA berinisial VP ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kota Bitung karena diduga melakukan kekerasan terhadap anak didik di lingkungan Sekolah.

Dari Sumber yang tidak mau namanya dimediakan menjelaskan kepada wartawan sulutdaily.com pada kemarin, Rabu (24/04/2019) bahwa guru tersebut melempari batu pada korban sehingga mengenai badannya.

“Guru tersebut melempari batu pada korban dan mengenai bagian belakang badan korban,” jelas sumber.

Sementara itu, saat wartawan hendak menemui guru tersebut untuk konfirmasi kejadian ini pada hari Kamis (25/07/2019) tidak berada di Sekolah, karena pada saat itu yang bersangkutan sudah dalam perjalanan menggunakan Bus untuk mendampingi siswa mengikuti studi tour.

Kepala Sekolah SMK 1 Bitung Tereesia Tengker yang pada saat itu masih berada di Sekolah saat di konfirmasi hal tersebut kepada wartawan mengaku kejadiannya tidak seperti yang dikabarkan,

“Kejadiannya tidak seperti itu dan bukan sekitar minggu lalu kejadiannya. Kejadian itu terjadi saat bulan Januari 2019, dimana pada saat itu ada perkelahian di jalan depan sekolah antara siswa SMK 2 Bitung dengan orang luar yang tidak menggunakan pakaian seragam sekolah.” jelas Tengker.

Karena siswa kami sudah pada keluar lokasi Sekolah untuk melihat perkelahian tersebut, oknum guru tersebut menyuruh seluruh siswa untuk masuk ke dalam lokasi Sekolah agar tidak terjadi sesuatu dan lain hal kepada anak didik SMK 1,

“Karena pada saat itu para siswa sudah berada di jalan depan Sekolah untuk menyaksikan perkelahian tersebut, Guru tersebut menyuruh para siswa untuk masuk kembali karena dalam perkelahian tersebut terjadi saling baku lempar batu dan ada yang membawa barang tajam seperti “Panah Wayer”, takutnya batu dan panah wayer tersebut salah sasaran dan mengenai siswanya,” jelas Tengker.

Namun para siswa tidak mengindahkan akan teguran dari Guru tersebut, maka Dia (Guru) mengambil batu kecil atau kerikil untuk menggertak melempari siswanya agar masuk.

“Dia mengambil batu untuk membubarkan siswanya dari lokasi tempat perkelahian agar tidak terjadi sesuatu pada murid-muridnya, namun para siswa masih saja bertekad melihat perkelahian tersebut. Maka Dia melempari batu beberapa kali pada siswanya, namun tanpa sadar dan tak disengaja dari beberapa lemparan batu ke siswa, ada satu batu yang mengenai bagian belakang siswa,” ungkapnya.

Namun siswa yang terkena batu tersebut melaporkan kejadian tersebut kepada keluarganya bahwa Oknum Guru tersebut melemparinya dengan sengaja, sehingga keluargan siswa tersebut tidak menerima akan perlakuan Oknum Guru itu kepada anak mereka,

“Penjelasan Oknum Guru tersebut kepada saya selaku Kepala Sekolah bahwa, itu tidak disengaja. Dan pada saat kejadian itu Dia langsung membawa siswa tersebut ke Rumah Sakit Budi Mulia Bitung, untuk perawatan medis,” kata Kepsek sembari menambahkan bahwa kejadian tersebut sudah selesai pada saat itu juga, dan Dia sudah meminta maaf serta membuat pernyataan bahwa dia sudah bersalah dihadapan guru BP.

Mungkin masih merasa dendam kepada Guru tersebut atas kejadian bulan Januari, korban yang juga adalah salah satu pengurus Osis SMK 1 Bitung ini melaporkan kepada keluarganya lagi dengan alasan pada saat ujian semester tempat duduknya dipindahkan dibagian belakang, lembar jawaban tidak dibagikan kepadanya dan katanya Guru tersebut sudah menghinanya,

“Siswa tersebut melaporkan kepada keluarganya akan kejadian tersebut, sehingga Oma dan Mamanya datang ke Sekolah serta membentak Guru saya sambil mengatakan, apa maksud Ibu (Guru) memindahkan cucu saya kebelakang, kenapa lembar jawaban untuk cucu saya tidak diberikan dan kenapa cucu saya dihina dan dibuli,?” kata Tereesia.

Tereesia mengatakan, saat itu Gurunya menjelaskan kepada Oma dari siswa tersebut, kejadiannya bukan seperti apa yang katakan Oma, dan juga saya bukan gurunya, saya mengajar dibidang akuntansi. Namun kebetulan saat semester saya bertugas mengawasi di ruangan cucu Oma,

“Saya hanya mengawas di kelas saat semester, kebetulan siswa tersebut duduk di depan. Karena siswa laki-lakinya ribut maka saya memindahkan untuk siswa perempuan kebelakang bertukar tempat dengan siswa laki-laki agar mudah diawas dan itu salah satu bagian dari pengelolaan ruang kelas. Dan untuk lembar jawaban yang tidak saya bagikan itu mungkin terlewat, dan siswa tersebut tidak bersuara kalau dia belum mendapat lembar jawaban. Saya tidak menghina dan membuli cucu Oma, karena satu iman dalam Agama Adven saya menegur cucu Oma yang kebetulan memakai pewarna kuku berwarna hitam, bukan seperti yqng dijelaskan cucu Oma bahwa saya mengatakan dia sudah hitam, kurus pake pewarna kuku hitam lagi. Bukan seperti itu yang saya katakan, saya hanya menegurnya,” ungkap Guru tersebut melalui Kepsek.

Saya selaku Kepala Sekolah kemudian memanggil 2 temannya yang duduk pada saat kejadian untuk menanyakan apakah Ibu VM marah-marah atau menghinanya,

“Saya panggil 2 (dua) orang siswa yang satu kelas dan duduk sama-sama dengan korban pada waktu itu untuk mencari tahu apakah saat itu Ibu VM marah-marah dan mengiha, tapi temannya katakan Ibu VM pada saat itu tidak marah-marah dan menghina. Dan pada saat itu juga masalahnya sudah selesai dikarenakan siswa tersebut juga merasa dia salah dan Ibu VM sudah memintamaaf kepada Orang tua dan siswa tersebut jika dia salah,” kata Kepsek.

Namun masalah ini kemudian dibesar-besarkan lagi oleh keluarga siswa tersebut, pada hari Selasa (23/07/2019) keluarganya datang bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan membawa surat pernyataan untuk ditandatangani oleh Ibu VM. Namun sembelum menandatangani surat pernyataan tersebut VM terlebih dahulu membaca isi surat tersebut,

“Satelah membaca surat pernyataan tersebut VM tidak mau menandatanganinya, dikarenakan surat tersebut berisikan kata-kata pemukulan terhadap anak. Ibu VM menolak untuk menandatanganinya karena dia merasa tidak melakukan tindakan pemukulan atau kekerasan terhadap anak dilingkungan sekolah,” tutur Tereesia.

(romo)

CATEGORIES
TAGS
Share This