FPL Mengapresiasi DPR RI yang telah Menetapkan secara Resmi RUU TPKS menjadi Hak Inisiatif DPR

SULUTDAILY||Jakarta-Forum Pengada Layanan (FPL) yang beranggotakan 115 lembaga layanan  yang fokus bekerja mendampingi perempuan korban kekerasan di seluruh Indonesia yang juga tergabung dalam jaringan masyarakat sipil untuk advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, mengapresiasi setinggi-tingginya komitmen DPR RI yang telah menetapkan secara resmi RUU TPKS menjadi hak inisiatif DPR. Apresiasi juga kami sampaikan kepada perempuan-perempuan DPR RI dari Fraksi PDIP, PKB, Nasdem, PAN, Demokrat, Gerindra, Golkar dan PPP. Satu langkah maju proses legislasi dalam mendorong proses pembahasan RUU yang akan dilakukan bersama pemerintah.

Selanjutnya kami mendorong DPR RI memiliki target minimal Juli 2022, Rakyat Indonesia sudah memiliki UU TPKS yang benar-benar melindungi korban. Serta  meminta proses pembahasan dilakukan secara terbuka dan dapat melibatkan peran serta masyarakat, khususnya Lembaga layanan, penyintas dan keluarga korban, mengingat kami masih mencatat ada beberapa hal krusial yang belum terakomodir dalam draft yang dikeluarkan DPR tanggal 8 Des 2021.

Beberapa catatan krusial dari FPL antara lain, poin menimbang, pasal asas yang memasukan iman, takwa dan ahlak mulia, hukum acara yang tidak mencerminkan kekhususan  dari kasus kekerasan seksual, menyeragamkan kewajiban lembaga layanan pemerintah dan masyarakat, memangkas 5 bentuk-bentuk kekerasan seksual dari 11 bentuk juga belum mempertimbangkan kerentanan kelompok perempuan yang mengalami kekerasan seksual seperti perempuan dengan HIV/AIDS, perempuan yang dilacurkan, perempuan yang dipaksa kawin dengan modus penculikan yang mengatasnamakan budaya (kawin tangkap) dan korban aborsi paksa.

Untuk itu Forum Pengada Layanan mendesak:

  1. DPR harus melakukan perbaikan substansi draft RUU TPKS yang belum mengakomodir semua elemen kunci, diantaranya memasukan lima (5) bentuk  kekerasan seksual mulai dari perkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan pemaksaan perkawinan sebagai bentuk Kekerasan Seksual, serta menghilangkan pasal asas iman, takwa dan ahlak mulia karena tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011 dan beberapa hal yang masih perlu dirumuskan secara seksama.
  2. DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan secara terbuka dan harus memastikan pelibatan masyarakat, korban/penyintas dan pendamping di setiap tahapan pembahasan.
  3. DPR untuk mengkonsolidasikan kebutuhan semua pihak, khususnya korban agar RUU TPKS yang dihasilkan komprehensif dan mampu memenuhi rasa keadilan bagi korban, sehingga kompromi politik dalam proses legislasi dapat dihindarkan.
  4. Pimpinan DPR RI, Pimpinan Partai Politik serta ketua Fraksi DPR RI terus mengawal proses pembahasan RUU TPKS, sehingga tujuan RUU untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual dapat terwujud.

Untuk itu Forum Pengada Layanan (FPL) juga mengajak masyarakat, korban/penyintas, pendamping dan media untuk terus mengawal substansi RUU TPKS yang mengakomodir 6 elemen kunci, yaitu: 11 jenis Tindak Pidana Kekerasaan Seksual, Hukum Acara (Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, dan Pemidanaan), Hak Korban, Keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping korban, Pencegahan, Peran Serta Masyarakat dan Koordinasi dan Pengawasan.(*/stb)

CATEGORIES
Share This