Praktik Politik Uang Masih Menjadi Tradisi

Praktik Politik Uang Masih Menjadi Tradisi

MANADO – Praktik politik uang masih menjadi penyakit dalam pelaksanaan Pilkada di semua daerah di Indonesia. Ini tidak hanya terjadi pada saat masa tenang atau pada hari pencoblosan namun sudah terjadi mulai pada saat pra pencalonan, pencalonan ataupun pada saat kampanye. Menurut pengamat politik Ferry Linado, Taktik praktik seperti ini biasanya terjadi manakala para bakal calon menyewa lembaga survei abal2 dengan maksud memanipulasi data untuk kepentingan popularitas.

“Popularitas  sangat penting bagi bakal calon karena menjadi cara menyakinkan parpol untuk mendukungnya. Kemudian kepentingan popularitas itu sebagai upaya menarik dukungan modal dari pengusaha. Selain lembaga Survey, para bakal calon kerap juga memanfaatkan media abal2 untuk mendorong popularitasnya,” tutur Ferry ketika dihubungi tim Sulut Daily, Rabu (28/11).

“Pada saat pencalonan, praktik money plotiok terjadi pada saat persepakatan dengan parpol. Banyak dugaan terjadi mahar sehingga parpol mendukung calon tertentu. Bagi calon independen, praktik ini terjadi pada saat menarik dukungan dalam bentuk KTP.  Pada saat kampanye, banyak calon mendekati para tokoh agama dan banyak dugaan mereka bergerak dengan praktik money politik,” sambung akademisi unsrat tersebut.

Baginya, praktik ini tak terkendali pada masa tenang atau pada saat sebelum pencoblosan. Ia pun mengedepankan 5 hal yang harus dibenahi kedepannya yaitu membenahi regulasi, memperkuat kelembagaan parpol, mempersiapkan calon yang lebih berkualitas, rekrutmen penyelenggara ad hoc yang perlu diperketat dan pendampingan terhadap pemilih.

“5 instrumen ini jika dibenahi secara bersama maka diyakini akan dapat mencegah terjadinya politik yang. Satu unsur tidak dibenahi maka politik uang akan sangat sulit dicegah,” tegas Liando . (Lk)

TAGS
Share This